TERJEMAHAN
KITAB SAFINAH
By Nurtaufik, S. Ag
By Nurtaufik, S. Ag
بسم الله الرحمن الرحيم
(Muqoddimah)
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Segala puji hanya kepada Allah Tuhan semesta alam, dan kepadaNya
jualah kita memohon pertolongan atas segala perkara dunia dan akhirat. Shalawat
serta Salamnya semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Besar Muhammad Saw
Penutup para nabi, juga terhadap keluarga, sahabat sekalian. Dan tiada daya
upaya kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Perkasa.
(BAB
I)
“Aqidah”
(Fasal Satu)
Rukun
Islam ada lima perkara, yaitu:
1.
Bersaksi
bahwa tiada ada Tuhan yang haq kecuali Allah Subhaanahu wa Ta’aala dan Nabi
Muhammad Shalallahu ‘Alihi wa Sallam adalah utusanNya.
2.
Mendirikan
shalat (lima waktu).
3.
Menunaikan
zakat.
4.
Puasa
Ramadhan.
5.
Ibadah
haji ke Baitullah bagi yang telah mampu melaksanakannya.
(Fasal Dua)
Rukun
iman ada enam, yaitu:
1.
Beriman
kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala.
2.
Beriman
kepada sekalian Malaikat
3.
Beriman
dengan segala kitab-kitab suci.
4.
Beriman
dengan sekalian Rasul-rasul.
5.
Beriman
dengan hari kiamat.
6.
Beriman
dengan ketentuan baik dan buruknya dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala.
(Fasal
Tiga)
Adapun
arti “La ilaha illah”, yaitu: Tidak ada Tuhan yang berhak disembah dalam
kenyataan selain Allah.
(BAB II)
“Thoharoh”
(Fasal
Satu)
Adapun
tanda-tanda baligh (mencapai usia remaja) seseorang ada tiga, yaitu:
1.
Berumur
seorang laki-laki atau perempuan lima belas tahun.
2.
Bermimpi
(junub) terhadap laki-laki dan perempuan ketika melewati sembilan tahun.
3.
Keluar
darah haidh sesudah berumur sembilan tahun.
(Fasal
Dua)
Syarat
boleh menggunakan batu untuk beristinja ada delapan, yaitu:
1.
Menggunakan
tiga batu.
2.
Mensucikan
tempat keluar najis dengan batu tersebut.
3.
Najis
tersebut tidak kering.
4.
Najis
tersebut tidak berpindah.
5.
Tempat
istinja tersebut tidak terkena benda yang lain sekalipun tidak najis.
6.
Najis
tersebut tidak berpindah tempat istinja (lubang kemaluan belakang dan kepala
kemaluan depan).
7.
Najis
tersebut tidak terkena air.
8.
Batu
tersebut suci.
(Fasal
Tiga)
Rukun
wudhu ada enam, yaitu:
1.
Niat.
2.
Membasuh
muka
3.
Membasuh
kedua tangan serta siku.
4.
Menyapu
sebagian kepala.
5.
Membasuh
kedua kaki serta buku lali.
6.
Tertib.
(Fasal
Empat)
Niat adalah menyengaja suatu (perbuatan) bersamaan dengan
perbuatannya di dalam hati.
Adapun mengucapkan niat tersebut maka hukumnya Sunnah, dan waktunya ketika
pertama membasuh sebagian muka.
Adapun tertib yang dimaksud adalah tidak mendahulukan satu anggota
terhadap anggota yang lain (sebagaimana yang telah tersebut).
(Fasal
Lima)
Air
terbagi kepada dua macam; Air yang sedikit dan air yang banyak.
Adapun air yang sedikit adalah air yang kurang dari dua qullah.
Sedangkan air yang banyak itu adalah yang sampai dua qullah atau lebih.
Air yang sedikit akan menjadi najis dengan sebab tertimpa najis ke dalamnya,
sekalipun tidak berubah. Adapun air yang banyak maka tdak akan menjadi najis
kecuali air tersebut telah berubah warna, rasa atau baunya.
(Fasal
Enam)
Yang
mewajibkan mandi ada enam perkara, yaitu:
1.
Memasukkan kemaluan (kepala dzakar) ke
dalam farji (kemaluan) perempuan.
2.
Keluar air mani.
3.
Mati.
4.
Keluar darah haidh [datang bulan].
5.
Keluar darah nifas [darah yang keluar setelah melahirkan].
6.
Melahirkan.
(Fasal
Tujuh)
Fardhu-fardhu
(rukun) mandi yang diwajibkan ada dua perkara, yaitu:
1.
Niat
mandi wajib.
2.
Menyampaikan
air ke seluruh tubuh dengan sempurna.
(Fasal
Delapan)
Syarat-syarat
Wudhu ada sepuluh, yaitu:
1.
Islam.
2.
Tamyiz
(cukup umur dan ber’akal).
3.
Suci
dari haidh dan nifas.
4.
Lepas
dari segala hal dan sesuatu yang bisa menghalang sampai air ke kulit.
5.
Tidak
ada sesuatu di salah satu anggota wudhu` yang merubah keaslian air.
6.
Mengetahui
bahwa hukum wudhu tersebut adalah wajib.
7.
Tidak boleh beri’tiqad (berkeyakinan) bahwa salah satu dari fardhu-fardhu wudhu hukumnya sunnah (tidak wajib).
8.
Sucinya
air wudhu tersebut.
9.
Masuk
waktu sholat yang akan dikerjakan.
10.
Muwalat (Berkelanjutan).
Dua
syarat terakhir ini khusus untuk da’im al-hadats (orang yang
terus menerus hadats).
(Fasal
Sembilan)
Yang
membatalkan wudhu ada empat, yaitu:
1.
Apa
bila keluar sesuatu dari salah satu kemaluan seperti angin dan lainnya, kecuali
air mani.
2.
Hilang
akal seperti tidur dan lain lain, kecuali tidur dalam keadaan duduk rapat
bagian punggung dan pantatnya dengan tempat duduknya, sehingga yakin tidak
keluar angin sewaktu tidur tersebut
3.
Bersentuhan
antara kulit laki-laki dengan kulit perempuan yang bukan muhrim baginya
dan tidak ada penghalang antara dua kulit tersebut seperti kain dll.
”Mahram”:
(orang yang haram dinikahi seperti saudara kandung).
4.
Menyentuh
kemaluan orang lain atau dirinya sendiri atau menyentuh tempat pelipis dubur
(kerucut sekeliling) dengan telapak tangan atau telapak jarinya.
(Fasal
Sepuluh)
Larangan
bagi orang yang berhadats kecil ada tiga, yaitu:
1.
Shalat,
fardhu maupun sunnah.
2.
Thowaaf
(keliling Ka’bah tujuh kali).
3.
Menyentuh
kitab suci Al-Qur’an atau mengangkatnya.
Larangan
bagi orang yang berhadats besar (junub) ada lima, yaitu:
1.
Sholat.
2.
Thowaaf.
3.
Menyentuh
Al-Qur’an.
4.
Membaca
Al-Qur’an.
5.
I’tikaf
(berdiam di masjid).
Larangan
bagi perempuan yang sedang haidh ada sepuluh, yaitu:
1.
Sholat.
2.
Thowaaf.
3.
Menyentuh
Al-Qur’an.
4.
Membaca
Al-Qur’an.
5.
Puasa
6.
I’tikaf
di masjid.
7.
Masuk
ke dalam masjid sekalipun hanya untuk sekedar lewat jika ia takut akan
mengotori masjid tersebut.
8.
Cerai,
karena itu, dilarang suami menceraikan isterinya dalam keadaan haidh.
9.
Jima’
10.
Bersenang-senang
dengan isteri di antara pusar dan lutut.
(Fasal
Sebelas)
Sebab-Sebab
yang membolehkan tayammum ada tiga hal, yaitu:
1.
Tidak
ada air untuk berwudhu.
2.
Ada
penyakit yang mengakibatkan tidak boleh memakai air.
3.
Ada
air hanya sekedar mencukupi kebutuhan minum manusia atau binatang yang Muhtaram.
Adapun
selain Muhtaram ada enam macam, yaitu:
1.
Orang
yang meninggalkan sholat wajib.
2.
Kafir
Harbiy (yang boleh dibunuh).
3.
Murtad.
4.
Pezina
dalam keadaan Ihshan (orang yang sudah ber’aqad nikah yang sah).
5.
Anjing
yang galak/liar (tidak menta’ati pemiliknya atau tidak boleh dipelihara).
6.
Babi.
(Fasal
Dua Belas)
Syarat-Syarat
mengerjakan tayammum ada sepuluh, yaitu:
1.
Bertayammum
dengan tanah.
2.
Menggunakan
tanah yang suci tidak terkena najis.
3.
Tidak
pernah dipakai sebelumnya (untuk tayammaum yang fardhu).
4.
Murni
dari campuran yang lain seperti tepung dan seumpamanya.
5.
Mengqoshod
atau menghendaki (berniat) bahwa sapuan dengan tanah tersebut untuk dijadikan
tayammum.
6.
Masuk
waktu shalat fardhu tersebut, sebelum tayammum.
7.
Bertayammum
tiap kali shalat fardhu tiba.
8.
Berhati-hati
dan bersungguh-sungguh dalam mencari arah kiblat sebelum memulai tayammum.
9.
Menyapu
muka dan dua tangannya dengan dua kali mengusap tanah tayammum secara
masing-masing (terpisah).
10.
Menghilangkan
segala najis di badan terlebih dahulu.
(Fasal
Tiga Belas)
Rukun-rukun
tayammum ada lima, yaitu:
1.
Memindah
debu.
2.
Niat.
3.
Mengusap
wajah.
4.
Mengusap
kedua belah tangan sampai siku.
5.
Tertib
antara dua usapan.
(Fasal
Empat Belas)
Perkara
yang membatalkan tayammum ada tiga, yaitu:
1.
Semua
yang membatalkan wudhu.
2.
Murtad.
3.
Ragu-ragu
terdapatnya air, apabila dia bertayammum karena tidak ada air.
(Fasal
Lima Belas)
Perkara
yang menjadi suci dari yang asalnya najis ada tiga, yaitu:
1.
Khamar (air yang diperah dari anggur) apabila telah menjadi cuka.
2.
Kulit
binatang yang disamak.
3.
Semua
najis yang telah berubah menjadi binatang.
(Fasal
Enam Belas)
Macam
macam najis ada tiga, yaitu:
1.
Najis
besar (Mughallazoh), yaitu Anjing, Babi atau yang lahir dari salah
satunya.
2.
Najis
ringan (Mukhaffafah), yaitu air kencing bayi yang tidak makan, selain
susu dari ibunya, dan umurnya belum sampai dua tahun.
3.
Najis
sedang (Mutawassithoh), yaitu semua najis selain dua yang di atas.
(Fasal
Tujuh Belas)
Cara
menyucikan najis-najis:
Najis
besar (Mughallazoh), menyucikannya dengan membasuh sebanyak tujuh kali,
salah satunya menggunakan debu, setelah hilang ‘ayin (benda) yang najis.
Najis
ringan (Mukhaffafah), menyucikannya dengan memercikkan air secara
menyeluruh dan menghilangkan ‘ayin yang najis.
Najis
sedang (Mutawassithoh) terbagi dua bagian, yaitu:
1.
‘Ainiyyah
yaitu najis yang masih nampak warna, bau, atau rasanya, maka cara menyucikan
najis ini dengan menghilangkan sifat najis yang masih ada.
2.
Hukmiyyah, yaitu najis yang tidak nampak warna, bau dan rasanya, maka cara
menyucikan najis ini cukup dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis
tersebut.
(Fasal
Delapan Belas)
Darah
haidh yang keluar paling sedikit sehari semalam, namun pada umumnya selama enam
atau tujuh hari, dan tidak akan lebih dari 15 hari. Paling sedikit masa suci
antara dua haid adalah 15 hari, namun pada umumnya 24 atau 23 hari, dan tidak
terbatas untuk masa sucinya. Paling sedikit masa nifas adalah sekejap, pada
umumnya 40 hari, dan tidak akan melebihi dari 60 hari.
(BAB III)
“SHALAT”
(Fasal
Satu)
Udzur
(kelemahan) sholat ada 2, yaitu:
1.
Tidur.
2.
Lupa.
(Fasal
Dua)
Syarat
sah shalat ada delapan, yaitu:
1.
Suci
dari hadats besar dan kecil.
2.
Suci
pakaian, badan dan tempat dari najis.
3.
Menutup
aurat.
4.
Menghadap
kiblat.
5.
Masuk
waktu shalat.
6.
Mengetahui
rukun-rukan shalat.
7.
Tidak
meyakini bahwa di antara rukun-rukun shalat adalah sunnahnya
8.
Menjauhi
semua yang membatalkan shalat.
Macam-macam
hadats: Hadats ada dua macam, yaitu: Kecil dan Besar.
Hadats
kecil adalah hadats yang mewajibkan seseorang untuk berwudhu’, sedangkan hadats
besar adalah hadats yang mewajibkan seseorang untuk mandi.
Macam
macam aurat: Aurat ada empat macam, yaitu:
1.
Aurat
semua laki-laki (merdeka atau budak) dan budak perempuan ketika sholat, yaitu
antara pusar dan lutut.
2.
Aurat
perempuan merdeka ketika shalat, yaitu seluruh badan kecuali muka dan telapak
tangan.
3.
Aurat
perempuan merdeka dan budak terhadap laki-laki yang ajnabi (bukan muhrim),
yaitu seluruh badan.
4.
Aurat
perempuan merdeka dan budak terhadap laki-laki muhrimya dan perempuan, yaitu
antara pusar dan lutut.
(Fasal
Tiga)
Rukun
shalat ada tujuh belas, yaitu:
1.
Niat.
2.
Takbiratul
ihram (mengucapkan “Allahuakbar).
3.
Berdiri
bagi yang mampu.
4.
Membaca
surat al Fatihah.
5.
Ruku’
(membungkukkan badan).
6.
Thuma’ninah (diam sebentar) waktu ruku’.
7.
I’tidal (berdiri setelah ruku’).
8.
Thuma’ninah (diam sebentar waktu i’tidal).
9.
Sujud
dua kali.
10. Thuma’ninah (diam sebentar waktu sujud).
11. Duduk di antara dua sujud.
12. Thuma’ninah (diam sebentar ketika duduk).
13. Tasyahud akhir (membaca kalimat-kalimat yang tertentu).
14. Duduk di waktu tasyahud.
15. Shalawat (kepada nabi).
16. Salam (kepada nabi).
17. Tertib (berurutan sesuai urutannya).
(Fasal
Empat)
Niat
itu ada tiga derajat, yaitu:
1.
Jika
shalat yang dikerjakan fardhu, diwajibkanlah niat qasdul fi’li
(mengerjakan shalat tersebut), ta’yin (nama sholat yang dikerjakan) dan fardhiyah
(kefardhuannya).
2.
Jika
sholat yang dikerjakan sunnah yang mempunyai waktu atau mempunyai sebab,
diwajibkanlah niat mengerjakan shalat tersebut dan nama shalat yang dikerjakan
seperti sunah Rawatib (sebelum dan sesudah fardhu-fardhu).
3.
Jika
shalat yang dikerjakan sunnah Mutlaq (tanpa sebab), diwajibkanlah niat
mengerjakan shalat tersebut saja.
Yang
dimaksud dengan qasdul fi’li adalah aku beniat sembahyang
(menyenghajanya), dan yang dimaksud ta’yin adalah seperti Dzuhur atau Ashar,
adapun fardhiyah adalah niat fardhu.
(Fasal
Lima)
Syarat
takbirotul ihrom ada enam belas, yaitu:
1.
Mengucapkan
takbirotul ihram tersebut ketika berdiri (jika sholat tersebut fardhu).
2.
Mengucapkannya
dengan bahasa Arab.
3.
Menggunakan
lafal “Allah”.
4.
Menggunakan
lafal “Akbar”.
5.
Berurutan
antara dua lafal tersebut.
6.
Tidak
memanjangkan huruf “Hamzah” dari lafal “Allah”.
7.
Tidak
memanjangkan huruf “Ba” dari lafal “Akbar”.
8.
Tidak
mentaysdidkan (mendobelkan/mengulang) huruf “Ba” tersebut.
9.
Tidak
menambah huruf “Waw” berbaris atau tidak antara dua kalimat tersebut.
10. Tidak menambah huruf “Waw” sebelum lafal “Allah”.
11. Tidak berhenti antara dua kalimat sekalipun sebentar.
12. Mendengarkan dua kalimat tersebut.
13. Masuk waktu shalat tersebut jika mempuyai waktu.
14. Mengucapkan takbirotul ihrom tersebut ketika menghadap kiblat.
15. Tidak tersalah dalam mengucapkan salah satu dari huruf kalimat
tersebut.
16. Takbirotul ihrom ma’mum sesudah takbiratul ihrom dari imam.
(Fasal
Enam)
Syarat-syarat
sah membaca surat al-Fatihah ada sepuluh, yaitu:
1.
Tertib
(yaitu membaca surat al-Fatihah sesuai urutan ayatnya).
2.
Muwalat (yaitu membaca surat al-Fatihah dengan tanpa terputus).
3.
Memperhatikan
makhroj huruf (tempat keluar huruf) serta tempat-tempat tasydid.
4.
Tidak
lama terputus antara ayat-ayat al-Fatihah ataupun terputus sebentar dengan niat
memutuskan bacaan.
5.
Membaca
semua ayat al-Fatihah.
6.
Basmalah
termasuk ayat dari al-fatihah.
7.
Tidak
menggunakan lahan (lagu) yang dapat merubah makna.
8.
Memabaca
surat al-Fatihah dalam keaadaan berdiri ketika sholat fardhu.
9.
Mendengar
surat al-Fatihah yang dibaca.
10. Tidak terhalang oleh dzikir yang lain.
(Fasal
Tujuh)
Tempat-tempat
tasydid dalam surah al-fatihah ada empat belas, yaitu:
1.
Tasydid
huruf “Lam” jalalah pada lafal (الله
).
2.
Tasydid
huruf “Ra’” pada lafal (( الرّحمن .
3.
Tasydid
huruf “Ra’” pada lapal ( الرّحيم).
4.
Tasydid
“Lam” jalalah pada lafal ( الحمد لله).
5.
Tasydid
huruf “Ba’” pada kalimat (ربّ العالمين
).
6.
Tasydid
huruf “Ra’” pada lafal (الرّحمن ).
7.
Tasydid
huruf “Ra’” pada lafal ( الرّحيم).
8.
Tasydid
huruf “Dal” pada lafal (الدّين ).
9.
Tasydid
huruf “Ya’” pada kalimat إيّاك نعبد)
).
10. Tasydid huruf “Ya” pada kalimat (وإيّاك
نستعين ).
11. Tasydid huruf “Shad” pada kalimat ( اهدنا
الصّراط المستقيم).
12. Tasydid huruf “Lam” pada kalimat (صراط
الّذين ).
13. Tasydid “Dhad” pada kalimat (ولا الضالين).
14. Tasydid huruf “Lam” pada kalimat (ولا
الضالين).
(Fasal
Delapan)
Tempat
disunatkan mengangkat tangan ketika shalat ada empat, yaitu:
1.
Ketika
takbiratul ihram.
2.
Ketika
Ruku’.
3.
Ketika
bangkit dari Ruku’ (I’tidal).
4.
Ketika
bangkit dari tashahud awal.
(Fasal
Sembilan)
Syarat
sah sujud ada tujuh, yaitu:
1.
Sujud
dengan tujuh anggota.
2.
Dahi
terbuka (jangan ada yang menutupi dahi).
3.
Menekan
sekedar berat kepala.
4.
Tidak
ada maksud lain kecuali sujud.
5.
Tidak
sujud ketempat yang bergerak jika ia bergerak.
6.
Meninggikan
bagian punggung dan merendahkan bagian kepala.
7.
Thuma’ninah
pada sujud.
Penutup:
Ketika
seseorang sujud anggota tubuh yang wajib diletakkan di tempat sujud ada tujuh,
yaitu:
1.
Dahi.
2.
Bagian
dalam dari telapak tangan kanan.
3.
Bagian
dalam dari telapak tangan kiri.
4.
Lutut
kaki yang kanan.
5.
Lutut
kaki yang kiri.
6.
Bagian
dalam jari-jari kanan.
7.
Bagian
dalam jari-jari kiri.
(Fasal
Sepuluh)
Dalam
kalimat tasyahud terdapat dua puluh satu harakah (baris) tasydid,
enam belas di antaranya
terletak di kalimat tasyahud yang wajib dibaca, dan lima yang tersisa
dalam kalimat yang menyempurnakan tasyahud (yang sunah dibaca), yaitu:
1.
“Attahiyyat”:
harakah tasydid terletak di huruf “Ta’”.
2.
“Attahiyyat”:
harakah tasydid terletak di huruf “Ya’”.
3.
“Almubarakatusshalawat”:
harakah tasydid di huruf “Shad”.
4.
“Atthayyibaat”:
harakah tasydid di huruf “Tha’”.
5.
“Atthayyibaat”:
harakah tasydid di huruf “ya’”.
6.
“Lillaah”:
harakah tasydid di “Lam” jalalah.
7.
“Assalaam”:
di huruf “Sin”.
8.
“A’laika
ayyuhannabiyyu”: di huruf “Ya’”.
9.
“A’laika
ayyuhannabiyyu”: di huruf “Nun”.
10. “A’laika ayyuhannabiyyu”: di huruf “Ya’”.
11. “Warohmatullaah”: di “Lam” jalalah.
12. “Wabarakatuh, assalaam”: di huruf “Sin”.
13. “Alainaa wa’alaa I’baadillah”: di “Lam” jalalah.
14. “Asshalihiin”: di huruf shad.
15. “Asyhaduallaa”: di “Lam alif”.
16. “Ilaha Illallaah”: di “Lam alif”.
17. “Illallaah”: di “Lam” jalalah.
18. “Waasyhaduanna”: di huruf “Nun”.
19. “Muhammadarrasulullaah”: di huruf “Mim”.
20. “Muhammadarrasulullaah”: di huruf “Ra’”.
21. “Muhammadarrasulullaah”: di huruf “Lam” jalalah.
(Fasal
Sebelas)
Sekurang-kurang
kalimat shalawat nabi yang memenuhi standar kewajiban di tasyahud akhir
adalah Allahumma shollii ’alaa Muhammad.
(Adapun).harakat
tasydid yang ada di kalimat shalawat nabi tersebut ada di huruf “Lam” dan “Mim”
di lafal “Allahumma”. Dan di huruf “Lam” di lafal “Shalli”. Dan di huruf “Mim”
di Muhammad.
(Fasal
Dua Belas)
Sekurang-kurang
salam yang memenuhi standar kewajiban dalam tasyahud akhir adalah
Assalaamu’alaikum. Adapun Harakat tasydid yang ada di kalimat tersebut terletak
di huruf “Sin”.
(Fasal
Tiga Belas)
Waktu
waktu shalat.
1.
Waktu
shalat Dzuhur:
Dimulai
dari tergelincirnya matahari dari tengah-tengah langit ke arah barat dan
berakhir ketika bayangan suatu benda menyamai ukuran panjangnya dengan benda
tersebut.
2.
Waktu
salat Ashar:
Dimulai
ketika bayangan dari suatu benda melebihi ukuran panjang dari benda tersebut
dan berakhir ketika matahari terbenam.
3.
Waktu
shalat Magrib:
Berawal
ketika matahari terbenam dan berakhir dengan hilangnya sinar merah yang muncul
setelah matahari terbenam.
4.
Waktu
shalat Isya
Diawali
dengan hilangnya sinar merah yang muncul setelah matahari terbenam dan berakhir
dengan terbitnya fajar shadiq. Yang dimaksud dengan Fajar shadiq
adalah sinar yang membentang dari arah timur membentuk garis horizontal dari
selatan ke utara.
5.
Waktu
shalat Shubuh:
Dimulai
dari timbulnya fajar shadiq dan berakhir dengan terbitnya matahari.
Warna
sinar matahari yang muncul setelah matahari terbenam ada tiga, yaitu:
Sinar
merah, kuning dan putih. Sinar merah muncul ketika Maghrib sedangkan sinar
kuning dan putih muncul di waktu Isya.
Disunnahkan
untuk menunda atau mangakhirkan shalat Isya sampai hilangnya sinar kuning dan
putih.
(Fasal
Empat Belas)
Shalat
itu haram manakala tidak ada mempunyai sebab terdahulu atau sebab yang
bersamaan (maksudnya tanpa ada sebab sama sekaliseperti sunat mutlaq)
dalam beberapa waktu, yaitu:
1.
Ketika
terbit matahari sampai naik sekira-kira sama dengan ukuran tongkat atau tombak.
2.
Ketika
matahari berada tepat di tengah tengah langit sampai bergeser kecuali hari Jum’at.
3.
Ketika
matahari kemerah-merahan sampai tenggelam.
4.
Sesudah
shalat Shubuh sampai terbit matahari.
5.
Sesudah
shalat Ashar sampai matahari terbenam.
(Fasal
Lima Belas)
Tempat
saktah (berhenti dari membaca) pada waktu shalat ada enam tempat, yaitu:
1.
Antara
takbiratul ihram dan do’a iftitah (doa pembuka sesudah takbiratul
ihram).
2.
Antara
doa iftitah dan ta’awudz (mengucapkan perlindungan dengan Allah
SWT dari setan yang terkutuk).
3.
Antara
ta’awudz dan membaca al-fatihah.
4.
Antara
akhir fatihah dan ta’min (mengucapkan amin).
5.
Antara
ta’min dan membaca surat (qur’an).
6.
Antara
membaca surat dan ruku’.
Semua
tersebut dengan kadar tasbih (bacaan subhanallah), kecuali
antara ta’min dan membaca surat, disunahkan bagi imam memanjangkan saktah
dengan kadar membaca al-fatihah.
(Fasal
Enam Belas)
Rukun-rukun
yang diwajibkan di dalamnya tuma’ninah ada empat, yaitu:
1.
Ketika
ruku’.
2.
Ketika
i’tidal.
3.
Ketika
sujud.
4.
Ketika
duduk antara dua sujud.
Tuma’ninah adalah diam sesudah gerakan sebelumnya, sekira-kira semua anggota
badan tetap (tidak bergerak) dengan kadar tasbih (membaca subhanallah).
(Fasal
Tujuh Belas)
Sebab
sujud sahwi ada empat, yaitu:
1.
Meninggalkan
sebagian dari ab’adhus shalat (pekerjaan sunnah dalam shalat yang buruk
jika seseorang meniggalkannya).
2.
Mengerjakan
sesuatu yang membatalkan (padahal ia lupa), jika dikerjakan dengan sengaja dan
tidak membatalkan jika ia lupa.
3.
Memindahkan
rukun qauli (yang diucapkan) kebukan tempatnya.
4.
Mengerjakan
rukun fi’li (yang diperbuat) dengan kemungkinan kelebihan.
(Fasal
Delapan Belas)
Ab’adusshalah ada enam, yaitu:
1.
Tasyahud
awal
2.
Duduk
tasyahud awal.
3.
Shalawat
untuk nabi Muhammad Saw ketika tasyahud awal.
4.
Shalawat
untuk keluarga nabi ketika tasyahud akhir.
5.
Do’a
qunut.
6.
Berdiri
untuk do’a qunut.
7.
Shalawat
dan Salam untuk nabi Muhammad Saw, keluarga dan sahabat ketika do’a qunut.
(Fasal
Sembilan Belas)
Perkara
yang membatalkan shalat ada empat belas, yaitu:
1.
Berhadats
(seperti kencing dan buang air besar).
2.
Terkena
najis, jika tidak dihilangkan seketika, tanpa dipegang atau diangkat (dengan
tangan atau selainnya).
3.
Terbuka
aurat, jika tidak dihilangkan seketikas.
4.
Mengucapkan
dua huruf atau satu huruf yang dapat dipahami.
5.
Mengerjakan
sesuatu yang membatalkan puasa dengn sengaja.
6.
Makan
yang banyak sekalipun lupa.
7.
Bergerak
dengan tiga gerakan berturut-turut sekalipun lupa.
8.
Melompat
yang luas.
9.
Memukul
yang keras.
10. Menambah rukun fi’li dengan sengaja.
11. Mendahului imam dengan dua rukun fi’li dengan sengaja.
12. Terlambat denga dua rukun fi’li tanpa udzur.
13. Niat yang membatalkan shalat.
14. Mensyaratkan berhenti shalat dengan sesuatu dan ragu dalam
memberhentikannya.
(Fasal
Dua Puluh)
Diwajibkan
bagi seorang imam berniat menjadi imam terdapat dalam empat shalat, yaitu:
1.
Menjadi
Imam Jum’at
2.
Menjadi
imam dalam shalat I’aadah (mengulangi shalat).
3.
Menjadi
imam shalat nazar berjama’ah
4.
Menjadi
imam shalat jama’ taqdim sebab hujan
(Fasal
Dua Puluh Satu)
Syarat-Syarat
ma’mum mengikut imam ada sebelas perkara, yaitu:
1.
Tidak
mengetahui batalnya shalat imam dengan sebab hadats atau yang lainnya.
2.
Tidak
meyakinkan bahwa imam wajib mengqadha’ shalat tersebut.
3.
Seorang
imam tidak menjadi ma’mum
4.
Seorang
imam tidak ummi (harus baik bacaanya).
5.
Ma`mum
tidak melebihi tempat berdiri imam.
6.
Harus
mengetahui gerak gerik perpindahan perbuatan shalat imam.
7.
Berada
dalam satu masjid (tempat) atau berada dalam jarak kurang lebih tiga ratus
hasta.
8.
Ma’mum
berniat mengikut imam atau niat jama’ah.
9.
Shalat
imam dan ma’mum harus sama cara dan kaifiyatnya
10.
Ma’mum
tidak menyalahi imam dalam amalan sunnah yang sangat berbeda.
11.
Ma’mum
harus mengikuti perbuatan imam.
(Fasal
Dua Puluh Dua)
Ada
lima golongan orang-orang yang sah dalam berjamaah, yaitu:
1.
Laki-laki
mengikut laki-laki.
2.
Perempuan
mengikut laki-laki.
3.
Banci
mengikut laki-laki.
4.
Perempuan
mengikut banci.
5.
Perempuan
mengikut perempuan.
(Fasal
Dua Puluh Tiga)
Ada
empat golongan orang-orang yang tidak sah dalam berjamaah, yaitu:
1.
Laki-laki
mengikut perempuan.
2.
Laki-laki
mengikut banci.
3.
Banci
mengikut perempuan.
4.
Banci
mengikut banci.
(Fasal
Dua Puluh Empat)
Ada
empat, syarat sah jamak taqdim (mengabung dua shalat di waktu yang
pertama), yaitu:
1.
Dimulai
dari shalat yang pertama.
2.
Niat
jamak (mengumpulkan dua shalat sekaligus).
3.
Berturut-turut.
4.
Udzurnya
terus menerus.
(Fasal
Dua Puluh Lima)
Ada
dua syarat jamak ta’khir, yaitu:
1.
Niat
ta’khir (pada waktu shalat pertama walaupun masih tersisa waktunya sekedar
lamanya waktu mengerjakan shalat tersebut).
2.
Udzurnya
terus menerus sampai selesai waktu shalat kedua.
(Fasal
Dua Puluh Enam)
Ada
tujuh syarat qashar, yaitu:
1.
Jauh
perjalanan dengan dua marhalah atau lebih (80,640 km atau perjalanan
sehari semalam).
2.
Perjalanan
yang dilakukan adalah Safar mubah (bukan perlayaran yang didasari niat
mengerjakan maksiat).
3.
Mengetahui
hukum kebolehan qashar.
4.
Niat
qasar ketika takbiratul ‘ihram.
5.
Shalat
yang diqashar adalah shalat ruba’iyah (tidak kurang dari empat raka’at).
6.
Perjalanan
terus menerus sampai selesai shalat tersebut.
7.
Tidak
mengikuti dengan orang yang itmam (shalat yang tidak diqashar) dalam sebagian
shalatnya.
(Fasal
Dua Puluh Tujuh)
Syarat
sah shalat Jum’at ada enam, yaitu:
1.
Khutbah
dan shalat Jum’at dilaksanakan di waktu Dzuhur.
2.
Kegiatan
Jum’at tersebut dilakukan dalam batas desa.
3.
Dilaksanakan
secara berjamaah.
4.
Jamaah
Jum’at minimal berjumlah empat puluh (40) laki-laki merdeka, baligh dan
penduduk asli daerah tersebut.
5.
Dilaksanakan
secara tertib, yaitu dengan khutbah terlebih dahulu, disusul dengan shalat
Jum’at.
(Fasal
Dua Puluh Delapan)
Rukun
khutbah Jum’at ada lima, yaitu:
1.
Mengucapkan
“الحمد لله” dalam dua khutbah tersebut.
2.
Bershalawat
kepada Nabi Muhammad SAW dalam dua khutbah tersebut.
3.
Berwasiat
ketaqwaan kepada jamaah Jum’at dalam dua khutbah Jum’at tersebut.
4.
Membaca
ayat al-Qur’an dalam salah satu khutbah.
5.
Mendo’akan
seluruh umat muslim pada akhir khutbah.
(Fasal
Dua Puluh Sembilan)
Syarat
sah khutbah Jum’at ada sepuluh, yaitu:
1.
Bersih
dari hadats kecil (seperti buang air kecil) dan besar seperti junub.
2.
Pakaian,
badan dan tempat bersih dari segala najis.
3.
Menutup
aurat.
4.
Khutbah
disampaikan dengan berdiri bagi yang mampu.
5.
Kedua
khutbah dipisahkan dengan duduk ringan seperti tuma’ninah dalam shalat.
6.
Kedua
khutbah dilaksanakan dengan berurutan (tidak diselingi dengan kegiatan yang
lain, kecuali duduk).
7.
Khutbah
dan sholat Jum’at dilaksanakan secara berurutan.
8.
Kedua
khutbah disampaikan dengan menggunakan bahasa Arab.
9.
Khutbah
Jum’at diperdengarkan oleh 40 laki-laki merdeka, baligh serta penduduk asli
daerah tersebut.
10. Khutbah Jum’at dilaksanakan di waktu Dzuhur.
(BAB IV)
“JENAZAH”
(Fasal
Satu)
Pertama:
Kewajiban muslim terhadap saudaranya yang meninggal dunia ada empat perkara,
yaitu:
1.
Memandikan.
2.
Mengkafani.
3.
Menshalatkan
(sholat jenazah).
4.
Memakamkan.
(Fasal
Kedua)
Cara
memandikan seorang muslim yang meninggal dunia:
Minimal
(paling sedikit): membasahi seluruh badannya dengan air dan bisa disempurnakan
dengan membasuh qubul dan duburnya, membersihkan hidungnya dari
kotoran, mewudhukannya, memandikannya sambil diurut/digosok dengan air daun sidr
dan menyiramnya tiga (3) kali.
(Fasal
Ketiga)
Cara
mengkafan:
Minimal:
dengan sehelai kain yang menutupi seluruh badan. Adapun cara yang sempurna bagi
laki-laki: menutup seluruh badannya dengan tiga helai kain, sedangkan untuk
wanita yaitu dengan baju, khimar (penutup kepala), sarung dan 2 helai
kain.
(Fasal
Keempat)
Rukun
shalat jenazah ada tujuh (7), yaitu:
1.
Niat.
2.
Empat
kali takbir.
3.
Berdiri
bagi orang yang mampu.
4.
Membaca
Surat Al-Fatihah.
5.
Membaca
shalawat atas Nabi SAW sesudah takbir yang kedua.
6.
Do’a
untuk si mayat sesudah takbir yang ketiga.
7.
Salam.
(Fasal
Kelima)
Sekurang-kurang menguburkan mayat adalah dalam lubang yang menutup
bau mayat dan menjaganya dari binatang buas. Yang lebih sempurna adalah
setinggi orang dan luasnya, serta diletakkan pipinya di atas tanah. Dan wajib dihadapkan
ke arah kiblat.
(Fasal Keenam)
Mayat
boleh digali kembali, karena ada salah satu dari empat perkara, yaitu:
1.
Untuk
dimandikan apabila belum berubah bentuk.
2.
Untuk
menghadapkannya ke arah kiblat.
3.
Untuk
mengambil harta yang tertanam bersama mayat.
4.
Wanita
yang janinnya tertanam bersamanya dan ada kemungkinan janin tersebut masih
hidup.
(Fasal
Ketujuh)
Hukum
isti’anah (minta bantuan orang lain dalam bersuci) ada empat (4)
perkara, yaitu:
1.
Boleh.
2.
Khilaf
Aula.
3.
Makruh
4.
Wajib.
Boleh
(mubah) meminta untuk mendekatkan air.
Khilaf
aula (kurang baik) meminta menuangkan air
atas orang yang berwudlu.
Makruh
meminta menuangkan air bagi orang yang membasuh anggota-anggota (wudhu) nya.
Wajib
meminta menuangkan air bagi orang yang sakit ketika ia lemah (tidak mampu untuk
melakukannya sendiri).
(BAB V)
“Zakat”
(Fasal
Satu)
Harta
yang wajib dikeluarkan zakatnya ada enam macam, yaitu:
1.
Binatang
ternak.
2.
Emas
dan perak.
3.
Biji-bijian
(yang menjadi makanan pokok).
4.
Harta
perniagaan. Zakatnya yang wajib di keluarkan adalah 4/10 dari harta tersebut.
5.
Harta
yang tertkubur.
6.
Hasil
tambang.
(BAB VI)
“Puasa”
(Fasal
Satu)
Puasa
Ramadhan diwajibkan dengan salah satu ketentuan-ketentuan berikut ini:
1.
Dengan
menyempurnakan bulan Sya’ban 30 hari.
2.
Dengan
melihat bulan, bagi yang melihatnya sendiri.
3.
Dengan
melihat bulan yang disaksikan oleh seorang yang adil di hadapan qodli/hakim.
4.
Adanya
berita dari seseorang yang adil riwayatnya juga dipercaya kebenarannya, baik
yang mendengar kabar tersebut membenarkan ataupun tidak, atau tidak dipercaya
akan tetapi orang yang mendengar membenarkannya.
5.
Dengan
berijtihad masuknya bulan Ramadhan bagi orang yang meragukan dengan hal
tersebut.
(Fasal
Kedua)
Syarat
sah puasa Ramadhan ada empat (4) perkara, yaitu:
1.
Islam.
2.
Berakal.
3.
Suci
dari seumpama darah haidh.
4.
Dalam
waktu yang diperbolehkan untuk berpuasa.
(Fasal
Ketiga)
Syarat
wajib puasa Ramadhan ada lima perkara, yaitu:
1.
Islam.
2.
Taklif
(dibebankan untuk berpuasa).
3.
Kuat
berpuasa.
4.
Sehat.
5.
Iqamah
(tidak bepergian).
(Fasal
Keempat)
Rukun
puasa Ramadhan ada tiga perkara, yaitu:
1.
Niat
pada malamnya, yaitu setiap malam selama bulan Ramadhan.
2.
Menahan
diri dari segala yang membatalkan puasa ketika masih dalam keadaan ingat, bisa
memilih (tidak ada paksaan) dan tidak bodoh yang ma’dzur (dima’afkan).
3.
Orang
yang berpuasa.
(Fasal
Kelima)
Diwajibkan:
mengqhadha puasa, kafarat besar dan teguran terhadap orang yang
membatalkan puasanya di bulan Ramadhan satu hari penuh dengan sebab menjima’
lagi berdosa sebabnya.
Dan
wajib serta qadha: menahan makan dan minum ketika batal puasanya pada enam
tempat:
1.
Di
bulan Ramadhan bukan selainnya, terhadap orang yang sengaja membatalkannya.
2.
Bagi
orang yang meninggalkan niat pada malam hari untuk puasa yang Fardhu.
3.
Bagi
orang yang bersahur karena menyangka masih malam, kemudian diketahui bahwa
Fajar telah terbit.
4.
Bagi
orang yang berbuka karena menduga Matahari sudah terbenam, kemudian diketahui
bahwa Matahari belum terbenam.
5.
Bagi
orang yang meyakini bahwa hari tersebut akhir Sya’ban tanggal tigapuluh,
kemudian diketahui bahwa hari tersebut adadalah awal Ramadhan.
6.
Bagi
orang yang terlanjur meminum air dari kumur-kumur atau dari air yang dimasukkan
ke hidung.
(Fasal
Keenam)
Batal
puasa seseorang dengan beberapa macam, yaitu:
1.
Sebab-sebab
murtad.
2.
Haidh.
3.
Nifas.
4.
Melahirkan.
5.
Gila
walaupun sebentar.
6.
Pingsan
dan mabuk yang sengaja jika terjadi yang tersebut di siang hari pada umumnya.
(Fasal
Ketujuh)
Membatalkan
puasa di siang Ramadhan terbagi empat macam, yaitu:
1.
Diwajibkan,
sebagaimana terhadap wanita yang haid atau nifas.
2.
Diharuskan,
sebagaimana orang yang berlayar dan orang yang sakit.
3.
Tidak
diwajibkan, tidak diharuskan, sebagaimana orang yang gila.
4.
Diharamkan
(di tengah), sebagaimana orang yang menunda qadha Ramadhan, padahal mungkin
dikerjakan sampai waktu qadha tersebut tidak mencukupi.
Kemudian
terbagi orang-orang yang telah batal puasanya kepada empat bagian, yaitu:
1.
Orang
yang diwajibkan qadha dan fidyah, seperti perempuan yang membatalkan puasanya
karena takut terhadap orang lain saperti bayinya. Dan seperti orang yang
menunda qadha puasanya sampai tiba Ramadhan berikutnya.
2.
Orang
yang diwajibkan mengqhadha tanpa membayar fidyah, seperti orang yang pingsan.
3.
Orang
yang diwajibkan terhadapnya fidyah tanpa mengqadha, seperti orang yang
sangat tua yang tidak kuasa.
4.
Orang
yang tidak diwajibkan mengqadha dan membayar fidyah, seperti orang gila yang
tidak disengaja.
(Fasal
Kedelapan)
Perkara-perkara
yang tidak membatalkan puasa sesudah sampai ke rongga mulut ada tujuh macam,
yaitu:
1.
Ketika
kemasukan sesuatu seperti makanan ke rongga mulut dalam keadaan lupa
2.
Atau
tidak tahu hukumnya.
3.
Atau
dipaksa orang lain.
4.
Ketika
kemasukan sesuatu ke dalam rongga mulut, sebab air liur yang mengalir di antara gigi-giginya, sedangkan ia
tidak mungkin mengeluarkannya.
5.
Ketika
kemasukan debu jalanan ke dalam rongga mulut.
6.
Ketika
kemasukan sesuatu dari ayakan tepung ke dalam rongga mulut.
7.
Ketika
kemasukan lalat yang sedang terbang ke dalam rongga mulut.
Tamat…
Wallaohu
a’lam bishshowaab
Kemudian
kami akhiri dengan meminta kepada Tuhan Yang Karim, dengan berkah beginda kita
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang wasim, supaya
mengakhiri hidupku dengan memeluk agama Islam, juga orang tuaku, orang yang aku
sayangi dan semua keturunanku. Dan mudah-mudahan ia mengampuniku serta mereka
segala kesalahan dan dosa.
Semoga
Rahmat Tuhan selalu tercurah keharibaan junjungan kita Nabi Muhammad bin ‘Abdullah
bin ‘Abdul Mutholib bin Abdi Manaf bin Hasyim yang menjadi utusan Allah kepada
sekalian makhluk Rasulul malahim, kekasih Allah yang membuka pintu
rahmat, menutup pintu kenabian, serta keluarga dan sahabat sekalian. Walhamdu
lillaahi Robbil ’Aalamin...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar