MAKALAH
TENTANG
PACARAN, TA'ARUF DAN
KHITBAH/MEMINANG
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah : Masailul Fiqhiyah Al-Haditsah
Dosen : Khoirur Roji'in, Lc
Oleh :
Lisda Restika
Semester : III
(Tiga)
Jurusan/Prodi : Syari'ah/AAS
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM
(STAI)
AL-MA’ARIF
KABUPATEN WAY
KANAN
TAHUN 2012
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr.Wb
Puji syukur
kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan Rahmat serta
HidayahNya sehingga saya dapat menyesaikan makalah ini, walaupun masih banyak
kekurangan dalam beberapa segi baik penulisan, penyusunan maupun isi materi
makalah ini. Kemudian saya ucapkan terima kasih pada dosen pembimbing yang
telah dengan sabar membimbing saya dalam rangka menambah wawasan saya terutama
dalam menguasai materi masalah-masalah yang berkaitan dengan fiqih kontemporer
(haditsah).
Pacaran
merupakan sebuah fenomena global yang sudah ada sejak dulu ini merupakan
konsekwensi dari tata pergaulan yang semakin kebablasan yang teradopsi
dari budaya barat, yang cenderung mengarah pada sex bebas (free sex), dalam
Islam tidak dikenal adanya pacaran atau bahkan meminjam istilah anak-anak
muslim sekarang ta'aruf (perkenalan), jika memang ta'aruf setali
tiga uang dengan pacaran jelas ini merupakan bagian dari pelarangan agama.
Sedangkan di
Islam tidak mengenal pacaran atau ta'aruf, yang dianjurkan dalam Islam hanya
"melihat" itu juga dengan syarat-syarat yang ketat, seperti
didampingi mahram (kerabat terdekat yang haram dinikahi), tapi bila
meminang atau khitbah, ini yang dianjurkan oleh Rasulullah sebelum menikah,
agar lebih dahulu mengenal calon pendamping hidupnya tanpa melalui proses
pacaran atau ta'aruf. Untuk itulah saya berusaha membahas masalah
ketiganya dan hukumnya dalam Islam.
Saya sadar
makalah ini masih banyak sekali kekurangan, dari segi isi masih kurang baik
penjabaran materinya, dari segi penyusunan kata masih belum sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, dari segi penggunaan tata bahasanya masih kurang sempurna, oleh
karena itu saya mohon kesabaran dosen pembimbing untuk selalu memberikan
bimbingan pada saya. Akhirnya saya berkata nashrum minnallah wa fathum qorib.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Way Kanan, Desember 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul …………………………………….………………………………….. i
Kata Pengantar
……………………………………………………………………….. ii
BAB I Pacaran,
Ta'aruf dan Khitbah ……………………….…………………..….. 1
BAB II Hukum
Pacaran, Ta'aruf dan Khitbah ………………...………………….. 9
BAB III
Kesimpulan ……………………………………………………...………….. 6
Daftar Pustaka
………………………………………………………………………... 18
BAB I
PACARAN,
TA'ARUF DAN KHITBAH/MEMINANG
A.
Pengertian
Pacaran
Pacaran
di zaman sekarang tampaknya menjadi gejala umum di kalangan kawula muda.
Barangkali fenomena ini sebagai akibat dari pengaruh kisah-kisah percintaan
dalam roman, novel, film dan syair lagu. Sehingga terkesan bahwa hidup di masa
remaja memang harus ditaburi dengan bunga-bunga percintaan, kisah-kisah asmara,
harus ada pasangan tetap sebagai tempat untuk bertukar cerita dan berbagi rasa.
Selama
ini tempaknya belum ada pengertian baku tentang pacaran, namun setidak-tidaknya
di dalamnya akan ada suatu bentuk pergaulan antara laki-laki dan wanita
tanpa nikah.
Ketika
hati sudah terkena panah asmara, terjangkit virus cinta, akibatnya...... dahsyat
man...... yang diingat cuma si dia, ingin selalu berdua, akan makan inget
si dia, waktu tidur mimpi si dia. Bahkan orang yang lagi fall in love
itu rela berkorban apa saja demi cinta, rela melakukan apa saja demi cinta,
semua dilakukan agar si dia tambah cinta. Sampai akhirnya....... pacaran yuk.
Cinta pun tambah terpupuk, hati penuh dengan bunga. Yang gawat lagi, karena ingin
membuktikan cinta, bisa buat perut buncit (hamil).
Pacaran merupakan wadah hubungan
antara dua insan yang kasmaran / hubungan antara laki-laki dan wanita yang
telah dewasa dan bukan mahramnya tanpa adanya ikatan pernikahan yang sah.
Sebenarnya
manusia secara fitrah diberi potensi kehidupan yang sama, yang potensi itu yang
kemudian selalu mendorong manusia melakukan kegiatan dan menuntut pemuasan.
Potensi ini sendiri bisa kita kenal dalam dua bentuk;
1.
Potensi yang menuntut adanya
pemenuhan yang sifatnya pasti, kalau tidak terpenuhi manusia akan binasa.
Inilah yang disebut kebutuhan jasmani (haajatul 'udwiyah), seperti
kebutuhan makan, minum, tidur, bernafas, buang hajat dll.
2.
Potensi yang menuntut adanya
pemenuhan saja, tapi kalau tidak terpenuhi manusia tidak akan mati, cuma bakal
"galau" (tidak tenang) sampai terpenuhinya tuntutan tersebut,
yang disebut naluri atau keinginan (gharizah).
Kemudian naluri ini
dibagi menjadi 3 macam yang penting yaitu :
·
Gharizatul baqa' (naluri untuk
mempertahankan diri) misalnya rasa takut, cinta harta, cinta pada kedudukan,
ingin diakui, dll.
·
Gharizatut tadayyun (naluri untuk
mensucikan sesuatu/naluri beragama) yaitu kecenderungan manusia untuk melakukan
penyembahan/beragama kepada sesuatu yang layak untuk disembah.
· Gharizatun
nau'
(naluri untuk mengembangkan dan melestarikan jenisnya) manivestasinya bisa
berupa rasa sayang kita kepada ibu, teman, saudara, kebutuhan untuk disayangi
dan menyayangi kepada lawan jenis.
Kalau
ditinjau lebih jauh sebenarnya pacaran merupakan bagian dari kultur Barat.
Sebab biasanya masyarakat Barat mensyahkan adanya fase-fase hubungan hetero
seksual dalam kehidupan manusia sebelum menikah seperti puppy love
(cinta monyet), dating (kencan), going steady (pacaran), dan
engagement (tunangan).
Bagaimanapun
mereka yang berpacaran, jika kebebasan seksual dalam pacaran diartikan sebagai
hubungan suami-istri, maka dengan tegas mereka menolak, namun, tidaklah
demikian jika diartikan sebagai ungkapan rasa kasih sayang dan cinta, sebagai
alat untuk memilih pasangan hidup. Akan tetapi kenyataannya, orang berpacaran
akan sulit segi mudharatnya ketimbang maslahatnya.
Satu
contoh : orang berpacaran cenderung mengenang dianya. Waktu luangnya (misalnya
bagi mahasiswa) banyak terisi hal-hal semacam melamun atau berfantasi. Amanah
untuk belajar terkurangi atau bahkan terbengkalai. Biasanya mahasiswa masih
mendapat kiriman dari orang tua. Apakah uang kiriman untuk hidup dan membeli
buku tidak terserap untuk pacaran itu?
Atas
dasar itulah ulama memandang, bahwa pacaran model begini adalah kedhaliman
atas amanah orang tua. Secara sosio kultural di kalangan masyarakat agamis,
pacaran akan mengundang fitnah, bahkan tergolong naif. Mau tidak mau, orang
yang berpacaran sedikit demi sedikit akan terkikis peresapan ke-Islam-an dalam
hatinya, bahkan bisa mengakibatkan kehancuran moral dan akhlak.
Na’udzubillah min dzalik !
Sudah
banyak gambaran kehancuran moral akibat pacaran, atau pergaulan bebas yang
telah terjadi akibat science dan peradaban modern (westernisasi).
Islam sendiri sebagai penyempurnaan dien-dien tidak kalah canggihnya
memberi penjelasan mengenai berpacaran.
Namun
Islam juga, jelas-jelas menyatakan bahwa berpacaran bukan jalan yang diridhai
Allah, karena banyak segi mudharatnya. Setiap orang yang berpacaran cenderung
untuk bertemu, duduk, pergi bergaul berdua. Ini jelas pelanggaran syari’at!
Terhadap larangan melihat atau bergaul bukan muhrim atau bukan istrinya.
Sebagaimana yang tercantum dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim
dari Ibnu Abbas yang artinya:
"Janganlah
salah seorang di antara kamu bersepi-sepi (berkhalwat) dengan seorang wanita,
kecuali bersama dengan muhrimnya." Tabrani dan Al-Hakim
dari Hudzaifah juga meriwayatkan dalam hadits yang lain:
"Lirikan mata
merupakan anak panah yang beracun dari setan, barang siapa meninggalkan karena
takut kepada-Ku, maka Aku akan menggantikannya dengan iman sempurna hingga ia
dapat merasakan arti kemanisannya dalam hati."[1]
Tapi
mungkin juga ada di antara mereka yang mencoba "berdalih" dengan
mengemukakan argumen berdasar kepada sebuah hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Imam
Abu Daud berikut :
"Siapa saja
yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, atau memberi karena Allah,
dan tidak mau memberi karena Allah, maka sungguh orang itu telah menyempurnakan
imannya." [2]
Tarohlah
mereka itu adalah orang-orang yang mempunyai tali iman yang kokoh, yang tidak
akan terjerumus (terlalu) jauh dalam mengarungi "dunia berpacaran"
mereka. Tapi kita juga berhak bertanya : sejauh manakah mereka dapat
mengendalikan kemudi "perahu pacaran" itu ? Dan jika kita kembalikan
lagi kepada hadits yang telah mereka kemukakan itu, bahwa siapa saja yang
mencintai karena Allah adalah salah satu aspek penyempurna keimanan seseorang,
lalu benarkah mereka itu mencintai satu sama lainnya benar-benar karena Allah?
Dan bagaimana mereka merealisasikan "mencintai karena Allah"
tersebut? Kalau (misalnya) ada acara bonceng-boncengan, dua-duaan,
atau bahkan sampai membuka aurat (dalam arti semestinya selain wajah dan dua
tapak tangan) bagi si cewek, atau yang lain-lainnya, apakah itu bisa
dikategorikan sebagai "mencintai karena Allah ?" Jawabnya jelas tidak
!
Dalam
kaitan ini peran orang tua sangat penting dalam mengawasi pergaulan
anak-anaknya terutama yang lebih menjurus kepada pergaulan dengan lain jenis.
Adalah suatu keteledoran jika orang tua membiarkan anak-anaknya bergaul bebas
dengan bukan muhrimnya. Oleh karena itu sikap yang bijak bagi orang tua kalau
melihat anaknya sudah saatnya untuk menikah, adalah segera saja laksanakan.[3]
B. Ta'aruf
(Pacaran dalam
Perspektif Islam)
Gimana
sich sebenarnya pacaran itu, enak tidak ya? Bahaya tidak ya? Apa benar pacaran
itu harus kita lakukan kalau mau mencari pasangan hidup kita? Apa memang benar
ada pacaran yang Islami itu, dan bagaimana kita menyikapi hal itu?
Kenyataannya,
pacaran merupakan wadah antara dua insan yang kasmaran, yang di
dalamnya ada cubit-cubitan, pandang-pandangan, pegang-pegangan, raba-rabaan
sampai pergaulan ilegal (seks). Islam sudah jelas menyatakan:
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (Q. S. Al Isra' : 32)[4]
Ta’aruf adalah terminology baru dalam proses
hubungan pra nikah yang bertujuan untuk masing-masing pihak memiliki gambaran
tentang orang yang akan menikah dengannya. Pada masa kenabian tidak dikenal
istilah ta’aruf. Karena pada masa itu orang tua sangat memahami kewajiban
mereka untuk menikahkan putra-putri mereka dengan pasangan yang shaleh.
Merekalah yang lebih mengenal calon menantunya secar mendalam.Sedangkan pada
masa ini peran orang tua dalam menjodohkan anaknya tidak terlalu menonjol.
Ta’aruf dapat dilakukan dengan cara kedua
pihak telah memiliki informasi tentang pihak lain baik berupa biodata maupun
foto. Selain itu dapat juga pihak laki-laki melihat pihak wanita tanpa
sepengetahuannya, sebagaimana mazhab Syafi’i, Maliki, Ahmad dan Jumhur Ulama yang
menyatakan kebolehan memandang calon yang akan dikhitbah tanpa sepengetahuannya,
maka boleh jadi ia membatalkan maksudnya tanpa menimbulkan ketersinggungan di
pihak yang lain.
Pacaran
menurut Islam diidentikkan sebagai apa yang disabdakan Rasulullah SAW:
"Apabila
seorang di antara kamu meminang seorang wanita, andaikata dia dapat melihat
wanita yang akan dipinangnya, maka lihatlah." (HR Ahmad dan Abu
Daud).[5]
Langkah selanjutnya dapat dilakukan pertemuan
antara kedua belah pihak dengan melibatkan mediator (teman atau kerabat).
Tujuannya adalah untuk lebih mengenali jasadiah (bentuk, rupa, penampilan),
fikriyah (wawasan) dan nafsiah (sifat, karakter, akhlaq). Juga perlu
disampaikan jika memiliki penyakit yang harus diketahui calon pasangannya.
Perlu dipahami bahwa ta’aruf tidak memiliki kekuatan legal apapun dalam konteks
hubungan laki-laki dan perempuan. Jadi jangan pernah berpikir bahwa setelah
ta’aruf berarti anda terikat dengan seseorang. Ta’aruf hanya merupakan jembatan
menuju proses selanjutnya yaitu khitbah atau meminang. Ta’aruf juga diperlukan
untuk membuka proses komunikasi dengan orang tua kedua belah pihak.
Adapun
resep Nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud:
"Wahai generasi
muda, siapa di antara kalian telah mampu serta berkeinginan menikah. Karena
sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandangan mata dan memelihara
kemaluan. Dan siapa di antara kalian belum mampu, maka hendaklah berpuasa,
karena puasa itu dapat menjadi penghalang untuk melawan gejolak nafsu."(HR. Bukhari, Muslim,
Ibnu Majjah, dan Tirmidzi).[6]
Jangan
suka mojok atau berduaan di tempat yang sepi, karena yang ketiga adalah
syaitan. Seperti sabda Nabi:
"Janganlah seorang
laki-laki dan wanita berkhalwat (berduaan di tempat sepi), sebab syaitan
menemaninya, janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan
wanita, kecuali disertai dengan mahramnya." (HR. Imam Bukhari
Muslim).
Dan
untuk para muslimah jangan lupa untuk menutup auratnya agar tidak merangsang
para lelaki. Katakanlah kepada wanita yang beriman:
"Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya."
(Q. S. An Nuur : 31).
Dan
juga sabda Nabi:
"Hendaklah kita
benar-benar memejakamkan mata dan memelihara kemaluan, atau benar-benar Allah
akan menutup rapat matamu."(HR. Thabrany).[7]
Yang
perlu diingat bahwa jodoh merupakan qadla' (ketentuan) Allah, yang
manusia tidak punya andil menentukan sama
sekali, manusia hanya dapat berusaha mencari jodoh yang baik menurut Islam.
Tercantum dalam Al Qur'an:
"Wanita-wanita
yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat
wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk
laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik
(pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka
(yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga)."
C.
Khitbah
Khitbah dalam terminology Arab berasal dari
kata al khithaab dan al khatb. Artinya pembicaraan dan persoalan. Secara
bahasa khitbah berarti pinangan atau permintaan seorang laki-laki kepada
perempuan tertentu untuk menikahinya. Sedangkan secara syariat Khitbah berarti
lamaran, pinangan atau permintaan secara resmi untuk menikah yang ditujukan
kepada seorang perempuan melalui walinya jika ia gadis ataupun secara langsung
bila ia janda, baik telah ada kepastian diterimanya maupun belum ada kepastian.
Berdasarkan hadits rasulullah:
"Apabila seorang di antara kamu meminang seorang wanita,
andaikata dia dapat melihat wanita yang akan dipinangnya, maka lihatlah."
(HR Ahmad dan Abu Daud).[8]
Khitbah adalah langkah awal menuju pernikahan
yang telah disyariatkan, namun belum memiliki kekuatan hukum. Karena khitbah
bukanlah akad atau transasksi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
proses khitbah ini:
1.
Tidak boleh meminang wanita yang sedang dalam
pinangan
2.
Tetap memperlakukan laki-laki yang meminang
sebagai orang yang bukan mahram karena khitbah tidak berarti membenarkan
seseorang untuk berkhalwat.
3.
Diterima dan ditolaknya sebuah pinangan
sebaiknya berlandaskan pada Diin.
4.
Dianjurkan untuk membawa hadiah jika akan
meminang.
5.
Jangan menggantungkan waktu aqad karena dapat
merusak hati anda. Wallahu A'lam bish-Showab.[9]
BAB II
HUKUM PACARAN, TA'ARUF
DAN KHITBAH DALAM ISLAM
A.
Hubungan dalam
Islam
Dalam Islam, hubungan antara pria dan wanita
dibagi menjadi dua, yaitu hubungan mahram dan hubungan nonmahram.
1.
Hubungan mahram adalah seperti yang
disebutkan dalam Surah An-Nisa 23, yaitu mahram seorang laki-laki (atau wanita
yang tidak boleh dikawin oleh laki-laki) adalah ibu (termasuk nenek), saudara
perempuan (baik sekandung ataupun sebapak), bibi (dari bapak ataupun ibu), keponakan
(dari saudara sekandung atau sebapak), anak perempuan (baik itu asli ataupun
tiri dan termasuk di dalamnya cucu), ibu susu, saudara sesusuan, ibu mertua,
dan menantu perempuan.
23. Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu
yang perempuan[10];
saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan;
saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu
yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan;
ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari
isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu
itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan
diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan
(dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi
pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[11]
Maka, yang tidak termasuk mahram adalah
sepupu, istri paman, dan semua wanita yang tidak disebutkan dalam ayat
tersebut.
Uturan untuk mahram sudah jelas, yaitu
seorang laki-laki boleh berkhalwat (berdua-duaan) dengan mahramnya,
semisal bapak dengan putrinya, kakak laki-laki dengan adiknya yang perempuan,
dan seterusnya. Demikian pula, dibolehkan bagi mahramnya untuk tidak berhijab
yang seorang laki-laki boleh melihat langsung perempuan yang terhitung mahramnya
tanpa hijab ataupun tanpa jilbab (tetapi bukan auratnya), semisal
bapak melihat rambut putrinya, atau seorang kakak laki-laki melihat wajah
adiknya yang perempuan.
Hubungan yang kedua adalah hubungan nonmahram,
yaitu larangan berkhalwat (berdua-duaan), larangan melihat langsung, dan
kewajiban berhijab di samping berjilbab, tidak bisa berpergian lebih dari tiga
hari dan tidak bisa menjadi walinya. Ada pula aturan yang lain, yaitu jika
ingin berbicara dengan nonmahram, maka seorang perempuan harus
didampingi oleh mahramnya. Misalnya, seorang siswi SMU yang ingin berbicara
dengan temannya yang laki-laki harus ditemani oleh bapaknya atau kakaknya.
Dengan demikian, hubungan nonmahram yang melanggar aturan di atas adalah
haram dalam Islam. Perhatikan dan renungkanlah uraian berikut
ini.
Firman Allah SWT yang artinya,
30. Katakanlah kepada orang laki-laki yang
beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". 31. Katakanlah kepada wanita
yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan
janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah
Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau
ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka,
atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki
mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam,
atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (An-Nur: 30;31).[13]
Menundukkan pandangan yaitu menjaga pandangan,
tidak dilepas begitu saja tanpa kendali sehingga dapat menelan merasakan
kelezatan atas birahinya kepada lawan jenisnya yang beraksi. Pandangan dapat
dikatakan terpelihara apabila secara tidak sengaja melihat lawan jenis kemudian
menahan untuk tidak berusaha melihat mengulangi melihat lagi atau
mengamat-amati kecantikannya atau kegantengannya.
Dari Jarir bin
Abdullah, ia berkata, Saya bertanya kepada Rasulullah saw. tentang melihat
dengan mendadak, maka jawab Nabi, Palingkanlah pandanganmu itu! (HR
Muslim, Abu Daud, Ahmad, dan Tirmizi).[14]
Dari Abu
Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. telah bersabda yang artinya, Kedua mata
itu bisa melakukan zina, kedua tangan itu (bisa) melakukan zina, kedua kaki itu
(bisa) melakukan zina. Dan kesemuanya itu akan dibenarkan atau diingkari oleh
alat kelamin. (Hadis sahih diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim
dari Ibn Abbas dan Abu Hurairah).[15]
Tercatat atas
anak Adam nasibnya dari perzinaan dan dia pasti mengalaminya. Kedua mata zinanya
melihat, kedua teling zinanya mendengar, lidah zinanya bicara, tangan zinanya
memaksa (memegang dengan keras), kaki zinanya melangkah (berjalan) dan hati
yang berhazrat dan berharap. Semua itu dibenarkan (direalisasi) oleh kelamin
atau digagalkannya. (HR
Bukhari).
Rasulullah
saw. berpesan kepada Ali r.a. yang artinya, Hai Ali, Jangan sampai pandangan
yang satu mengikuti pandangan lainnya! Kamu hanya boleh pada pandangan pertama,
adapun berikutnya tidak boleh. (HR Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi).[16]
Al-Hakim
meriwayatkan, Hati-hatilah kamu dari bicara-bicara dengan wanita, sebab
tiada seorang laki-laki yang sendirian dengan wanita yang tidak ada mahramnya
melainkan ingin berzina padanya.[17]
Yang terendah adalah zina hati dengan
bernikmat-nikmat karena getaran jiwa yang dekat dengannya, zina mata dengan
merasakan sedap memandangnya dan lebih jauh terjerumus ke zina badan dengan,
saling bersentuhan, berpegangan, berpelukan, berciuman, dan seterusnya hingga
terjadilah persetubuhan.
Ath-Thabarani dan Al-Hakim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw.
bersabda, Allah berfirman yang artinya, Penglihatan (melihat wanita) itu
sebagai panah iblis yang sangat beracun, maka siapa mengelakkan
(meninggalkannya) karena takut pada-Ku, maka Aku menggantikannya dengan iman
yang dapat dirasakan manisnya dalam hatinya.[18]
Ath-Thabarani
meriwayatkan, Nabi saw. bersabda yang artinya, Awaslah kamu dari
bersendirian dengan wanita, demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, tiada seorang
lelaki yang bersendirian (bersembunyian) dengan wanita malainkan dimasuki oleh
setan antara keduanya. Dan, seorang yang berdesakkan dengan babi yang
berlumuran lumpur yang basi lebih baik daripada bersentuhan bahu dengan bahu
wanita yang tidak halal baginya.[19]
Di dalam kitab Dzamm ul Hawa,
Ibnul Jauzi
menyebutkan dari Abu al-Hasan al-Waifdz bahwa dia berkata, Ketika Abu Nashr
Habib al-Najjar al-Waidz wafat di kota Basrah, dia dimimpikan berwajah bundar
seperti bulan di malam purnama. Akan tetapi, ada satu noktah hitam yang ada
wajahnya. Maka orang yang melihat noda hitam itu pun bertanya kepadanya, Wahai
Habib, mengapa aku melihat ada noktah hitam berada di wajah Anda? Dia menjawab,
Pernah pada suatu ketika aku melewati kabilah Bani Abbas. Di sana aku melihat
seorang anak amrad (laki-laki yang berparas cantik) dan aku memperhatikannya.
Ketika aku telah menghadap Tuhanku, Dia berfirman, Wahai Habib? Aku menjawab,
Aku memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Allah berfirman, Lewatlah Kamu di atas neraka.
Maka, aku melewatinya dan aku ditiup sekali sehingga aku berkata, Aduh (karena
sakitnya). Maka. Dia memanggilku, Satu kali tiupan adalah untuk sekali
pandangan. Seandainya kamu berkali-kali memandang, pasti Aku akan menambah
tiupan (api neraka).
Hal tersebut sebagai gambaran bahwa hanya
melihat amrad (anak muda belia yang kelihatan tampan/cantik) saja akan
mengalami kesulitan dalam di akhirat kelak.
Semalam aku
melihat dua orang yang datang kepadaku. Lantas mereka berdua mengajakku keluar.
Maka, aku berangkat bersama keduanya. Kemudian keduanya membawaku melihat
lubang (dapur) yang sempit atapnya dan luas bagian bawahnya, menyala api, dan
bila meluap apinya naik orang-orang yang di dalamnya sehingga hampir keluar.
Jika api itu padam, mereka kembali ke dasar. Lantas aku berkata, Apa ini? Kedua
orang itu berkata, Mereka adalah orang-orang yang telah melakukan zina. (Isi hadis tersebut kami ringkas
redaksinya. Hadis di ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).[20]
Di dalam kitab Dzamm ul-Hawa, Ibnul Jauzi
menyebutkan bahwa
Abu Hurairah
r.a. dan Ibn Abbas r.a., keduanya berkata, Rasulullah saw. Berkhotbah, siapa
yang memiliki kesempatan untuk menggauli seorang wanita atau budak wanita
lantas dia melakukannya, maka Allah akan mengharamkan surga untuknya dan akan
memasukkan dia ke dalam neraka. Siapa yang memandang seorang wanita (yang tidak
halal) baginya, maka Allah akan memenuhi kedua matanya dengan api dan
menyuruhnya untuk masuk ke dalam neraka. Siapa yang berjabat tangan dengan
seorang wanita (yang) haram (baginya) maka di hari kiamat dia akan datang dalam
keadaan dibelenggu tangannya di atas leher, kemudian diperintahkan untuk masuk
ke dalam neraka. Dan, siapa yang bersenda gurau dengan seorang wanita, maka dia
akan ditahan selama seribu tahun untuk setiap kata yang diucapkan di dunia.
Sedangkan setiap wanita yang menuruti (kemauan) lelaki (yang) haram (untuknya),
sehingga lelaki itu terus membarengi dirinya, mencium, bergaul, menggoda, dan
bersetubuh dengannya, maka wanitu itu juga mendapatkan dosa seperti yang
diterima oleh lelaki tersebut.[21]
Atha al-Khurasaniy berkata, Sesungguhnya
neraka Jahanam memiliki tujuh buah pintu. Yang paling menakutkan, paling panas,
dan paling bisuk baunya adalah pintu yang diperuntukkan bagi para pezina yang
melakukan perbuatan tersebut setelah mengetahui hukumnya.
Dari Ghazwan ibn Jarir, dari ayahnya bahwa
Mereka
berbicara kepada Ali ibn Abi Thalib mengenai beberapa perbuatan keji. Lantas
Ali r.a. berkata kepada mereka, Apakah kalian tahu perbuatan zina yang paling
keji di sisi Allah Jalla Syanuhu? Mereka berkata, Wahai Amir al-Mukminin, semua
bentuk zina adalah perbuatan keji di sisi Allah. Ali r.a. berkata, Akan tetapi,
aku akan memberitahukan kepada kalian sebuah bentuk perbuatan zina yang paling
keji di sisi Allah Tabaaraka wa Taala, yaitu seorang hamba berzina dengan istri
tetangganya yang muslim. Dengan demikian, dia telah menjadi pezina dan merusak
istri seorang lelaki muslim. Kemudian, Ali r.a. berkata lagi, Sesungguhnya akan
dikirim kepada manusia sebuah aroma bisuk pada hari kiamat, sehingga semua
orang yang baik maupun orang yang buruk merasa tersiksa dengan bau tersebut.
Bahkan, aroma itu melekat di setiap manusia,
sehingga ada seseorang yang menyeru untuk memperdengarkan suaranya kepada semua
manusia, Apakah kalian tahu, bau apakah yang telah menyiksa penciuman kalian?
Mereka menjawab, Demi Allah, kami tidak mengetahuinya. Hanya saja yang paling
mengherankan, bau tersebut sampai kepada masing-masing orang dari kita. Lantas
suara itu kembali terdengar, Sesungguhnya itu adalah aroma alat kelamin para
pezina yang menghadap Allah dengan membawa dosa zina dan belum sempat bertobat
dari dosa tersebut.
Bukankah banyak kejadian orang-orang yang
berpacaran dan bercinta-cinta dengan orang yang telah berkeluarga? Jadi,
pacaran tidak hanya mereka yang masih bujangan dan gadis, tetapi dari uisa akil
balig hingga kakek nenek bisa berbuat seperti yang diancam oleh hukuman Allah
tersebut di atas.
BAB III
KESIMPULAN
A.
Pacaran
Pacaran
merupakan wadah antara dua insan yang kasmaran/hubungan antara laki-laki dan
wanita yang telah dewasa dan bukan mahramnya tanpa adanya ikatan pernikahan
yang sah.
B.
Ta’aruf
Ta’aruf adalah
terminology baru dalam proses hubungan pra nikah yang bertujuan untuk
masing-masing pihak memiliki gambaran tentang orang yang akan menikah dengannya.
C.
Pinangan/Khitbah
Khitbah dalam
terminology Arab berasal dari kata al-khithaab dan al-khatb. Artinya pembicaraan dan persoalan. Secara
bahasa khitbah berarti pinangan atau permintaan seorang laki-laki kepada
perempuan tertentu untuk menikahinya. Sedangkan secara syariat khitbah berarti
lamaran, pinangan atau permintaan secara resmi untuk menikah yang ditujukan
kepada seorang perempuan melalui walinya jika ia gadis ataupun secara langsung
bila ia janda, baik telah ada kepastian diterimanya maupun belum ada kepastian.
D.
Hukumnya
1.
Pacaran hukumnya Haram
berdasarkan QS. Al-Isra: 32 dan QS. An-Nur: 30;31
Dan
berdasarkan Hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari Muslim.
"Janganlah seorang
laki-laki dan wanita berkhalwat (berduaan di tempat sepi), sebab syaitan
menemaninya, janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan
wanita, kecuali disertai dengan mahramnya." (HR. Imam Bukhari
Muslim).
2.
Hukum Ta'aruf dalam Islam tidak ada
dalil yang pasti, tapi jika diartikan untuk mengenal satu sama lain dengan
bantuan mahramnya atau diartikan sebagai meminang, maka hukumnya boleh dan
dianjurkan berdasarakan pada hadits Rasulullah
"Apabila seorang di antara kamu meminang
seorang wanita, andaikata dia dapat melihat wanita yang akan dipinangnya, maka
lihatlah." (HR Ahmad dan Abu Daud).
Jika tidak
disamakan dengan pacaran (hukumnya Haram).
3.
Hukum Khitbah/Melamar adalah
sunnah (dianjurkan), berdasarkan hadits Rasulullah
"Apabila seorang di antara kamu meminang
seorang wanita, andaikata dia dapat melihat wanita yang akan dipinangnya, maka
lihatlah." (HR Ahmad dan Abu Daud). Waallhu 'alam bishowab.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Al-Qur'an Digital
2.
Hadits Web, 05
4.
http://www.alislam.or.id/artikel/arsip/00000028.html
[10]
Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek
dan seterusnya ke atas. dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak
perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang
lain-lainnya. sedang yang dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam
pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama Termasuk juga anak tiri yang tidak dalam
pemeliharaannya.
saya mau bertanya
BalasHapussejauh mana kebolehan bergaul bagi orang yang telah di pinang atau telah meminang