BAHASA

PENDIDIKAN

Rabu, 26 Desember 2012

LEADERSHIP

KEPEMIMPINAN
by:  NURTAUFIK, S. Ag
A.    DEFINISI
Keating (1986) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan para pemimpin secara umum terbagi menjadi dua hal, yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas (task oriented) dan kepemimpinan yang berorientasi pada manusia (human relation oriented).
Sedangkan Blanchard (1992) mengemukakan empat gaya kepemimpinan dasar yaitu:
1.      Gaya Directing (mengarahkan)
Di sini pemimpin lebih banyak memberikan petunjuk yang spesifik dan mengawasi secara ketat penyelesaian tugas. Pola kepemimpinan seperti ini cocok untuk diterapkan pada bawahan yang kinerjanya rendah namun punya komitmen cukup baik.
2.      Gaya Coaching (melatih)
Di sini pemimpin menggunakan directive dan supportive secukupnya. Artinya, pengarahan dan pengawasan tetap dilakukan secara ketat oleh pemimpin, namun disertai dengan penjelasan keputusan, permintaan saran dari bawahan, dan dukungan akan kemajuan. Pola kepemimpinan seperti ini cocok untuk diterapkan pada bawahan punya kinerja yang cukup dan punya komitmen tinggi.
3.      Gaya Supporting (mendukung)
Di sini supportive lebih banyak diberikan daripada directive, khususnya untuk bawahan yang komitmennya kurang baik. Pemimpin dengan gaya ini lebih banyak memberikan fasilitas dan mendukung usaha bawahan ke arah penyelesaian tugas-tugas mereka.
4.      Gaya Delegation (mendelegasikan)
Gaya ini diimplementasikan bagi bawahan yang sudah menjadi “orang kepercayaan”. Directive dan supportive tidak banyak diberikan. Oleh karenanya, pemimpin lebih banyak menyerahkan pengambilan keputusan dan tanggung jawab kepada bawahan.
B.     Tipe Kepemimpinan
Dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin, yaitu menggerakkan atau memberi motivasi orang lain agar melakukan tindakan-tindakan yang selalu terarah pada pencapaian tujuan organisasi, berbagai cara dapat dilakukan oleh seseorang pemimpin. Cara itu mencerminkan sikap dan pandangan pemimpin terhadap orang yang dipimpinnya. Yang memberikan gambaran pula tentang bentuk (tipe) kepemimpinannya yang dijalankannya.
Kajian tentang tipologi kepemimpinan pendidikan sejak dulu masih terbatas pada tipe-tipe kepemimpinan klasik yang dapat diklasifikasikan menjadi 4 tipe, yaitu:
1.      Tipe otoriter/otokrasi;
2.      Tipe laissez faire;
3.      Tipe demokratis; dan
4.      Tipe pseudo demokratis.
Namun, kajian tipologi kepemimpinan tidak hanya berhenti pada empat tipe tersebut. Siagian (1989), misalnya, ia mengklasifikasi tipe pemimpin menjadi lima, yaitu: 1) tipe otokrasi; 2) tipe militeristis; 3) tipe paternalistik; 4) tipe karismatik; dan 5) tipe demokratis.
Di samping beberapa tipe kepemimpinan tersebut, masih terdapat beberapa tipe kepemimpinan yang dikemukakan oleh para pakar kepemimpinan, di antaranya: kepemimpinan birokratis, people or relations-oriented leadership (kepemimpinan berorientasi pada orang atau hubungan), servant leadership (kepemimpinan melayani), task-oriented leadership (kepemimpinan yang berorientasi tugas), kepemimpinan transaksional, dan kepemimpinan transformasional.
Berikut masing-masing penjelasan dari tipe-tipe kepemimpinan tersebut di atas.
a.      Tipe Otokratis
Otokratis berasal dari kata oto yang berarti sendiri, dan kratos yang berarti pemerintah. Jadi otokratis berarti mempunyai sifat memerintah dan menentukan sendiri. Ciri-ciri dari pemimpin otokratis itu antara lain: a) menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi; b) mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi; c) menganggap bawahan sebagai alat semata mata; d) tidak mau menerima kritik, saran, dan pendapat; e) terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya; f) menggunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan.
Akibat dari kepemimpinannya tersebut, guru menjadi orang yang penurut dan tidak mampu berinisiatif serta takut untuk mengambil keputusan, guru dan murid dipaksa bekerja keras dengan diliputi perasaan takut akan ancaman hukuman, serta sekolah akan menjadi statis.
b.      Tipe Laissez faire
Laissez faire jika diterjemahkan dapat diartikan sebagai ”biarkan saja berjalan” atau ‘tidak usah dihiraukan’, jadi mengandung sikap ‘masa bodo’. Bentuk kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari bentuk kepemimpinan otoriter. Pembagian tugas dan kerjasama diserahkan kepada anggota-anggota kelompoknya tanpa petunjuk atau saran-saran dari pemimpin. Sehingga kekuasaan dan tanggung jawab menjadi simpang siur dan tidak terarah.
Kepemimpinan seperti ini pada dasarnya kurang tepat bila dilaksanakan secara murni di lingkungan pendidikan. Karena dalam hal ini setiap anggota kelompok bergerak sendiri-sendiri sehingga semua aspek manajemen tidak dapat diwujudkan dan dikembangkan.
c.       Tipe Demokratis
Kepemimpinan tipe ini menmpatkan faktor manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam sebuah organisasi. Dalam kepemimpinan ini setiap individu, sebagai manusia dihargai atau dihormati eksistensi dan peranannya dalam memajukan dan mengembangkn organisasi. Oleh karena itu perilaku dalam gaya kepemimpinan yang dominan pada tipe kepemimpinan ini adalah perilaku memberi perlindungan dan penyelamatan, perilaku memajukan dan mengembangkan organisasi serta perilaku eksekutif.
d.      Tipe Pseudo Demokatis
Pseudo berarti palsu, pura-pura. Pemimpin semacam ini berusaha memberikan kesan dalam penampilannya seolah-olah dia demokratis, sedangkan maksudnya adalah otokrasi, mendesakkan keinginannya secara halus. Tipe kepemimpinan pseudo-demokratis ini sering juga disebut sebagai pemimpin yang memanipulasikan demokratis atau demokratis semu. Berkaitan dengan ini Kimball Willes menyebutkan bahwa cara memimpinnya tipe kepemimpinan pseudo-demokratis itu seperti diplomatic manipulation atau manipulasi diplomatis. Jadi, pemimpin pseudo demokratis sebenarnya adalah orang otokratis, tetapi pandai menutup-nutupi sifatnya dengan penampilan yang memberikan kesan seolah-olah ia demokratis.
b.      Kepemimpinan Birokratis
Pemimpin birokratis bekerja “berdasarkan aturan”, memastikan staf mereka mengikuti prosedur secara tepat. Ini adalah gaya yang sangat tepat dalam melibatkan risiko keamanan yang serius.
c.       People or Relations-Oriented Leadership
Gaya kepemimpinan ini adalah kebalikan dari kepemimpinan berorientasi tugas; pemimpin secara total berfokus pada mengorganisir, mendukung, dan mengembangkan orang di bawah kepemimpinannya. Sebuah gaya partisipatif, yang cenderung mengarah pada kerja tim yang baik dan kolaborasi yang kreatif.
d.      Servant Leadership
Istilah ini dicetuskan oleh Robert Greenleaf di tahun 1970an, yang menggambarkan seorang pemimpin yang umumnya tidak dianggap secara formal sebagai pemimpin. Ketika seseorang, di setiap level organisasi, memimpin dengan memenuhi kebutuhan timnya, dinamakan sebagai pemimpin yang melayani. Dalam banyak hal, kepemimpinan pelayan adalah bentuk dari kepemimpinan demokratis, karena seluruh tim cenderung terlibat dalam pengambilan keputusan.
Pendukung dari model kepemimpinan pelayan mengatakan hal ini adalah cara yang penting untuk maju dalam dunia di mana nilai semakin penting, di mana pemimpin pelayan mencapai kekuatan sebagai dasar dari nilai dan idealisme mereka. Yang lain percaya bahwa dalam situasi kepemimpinan yang kompetitif, orang yang mempraktekkan kepemimpinan pelayan akan sering tertinggal dengan gaya kepemimpinan yang lain.
e.       Task-Oriented Leadership
Kepemimpinan yang sangat berorientasi tugas berfokus hanya pada menyelesaikan pekerjaan, dan bisa jadi sangat otokratis. Ia akan secara aktif mendefinisikan tugas dan peran yang diperlukan, menempatkan struktur, merencanakan, mengorganisir dan memonitor. Namun demikian, seorang pemimpin berorientasi tugas tidak banyak meluangkan waktu untuk kesejahteraan tim, pendekatan ini bisa mengalami banyak kelemahan yang ada pada kepemimpinan otokratis, dengan kesulitan untuk memotivasi dan mempertahankan staf. Pemimpin berorientasi tugas dapat menggunakan Blake-Mouton Managerial Grid untuk membantu dalam mengidentifikasi wilayah pengembangan spesifik yang akan membantu mereka melibatkan orang lain lebih sering.
f.       Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang menekankan pada tugas-tugas bawahan. Pemimpin adalah seseorang yang menentukan pekerjaan beserta mekanismenya, sedangkan staf hanya melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan dan keahliannya serta tugas dan perannya.
Gaya kepemimpinan ini dimulai dari pemikiran bahwa anggota tim setuju untuk mengikuti pemimpin mereka dengan total ketika mereka melakukan pekerjaan. Transaksi umumnya adalah perusahaan atau organisasi jasa memberikan imbalan pada anggota tim atas upaya dan ketaatan mereka. Pemimpin memiliki hak untuk “menghukum” anggota tim bila pekerjaan mereka tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Kepemimpinan ini memiliki keterbatasan serius bagi pekerjaan yang berbasis pengetahuan atau kreatifitas.
g.      Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional hadir menjawab tantangan zaman yang penuh dengan perubahan. Zaman yang dihadapai saat ini adalah zaman di mana manusia dapat mengkritik dan meminta yang layak dari apa yang diberikannya sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini sesuai dengan konsep Maslow yang menyatakan bahwa manusia pada era ini memiliki kebutuhan yang berkembang hingga pada keinginan untuk dapat mengaktualisasikan diri.
Seseorang dengan gaya kepemimpinan ini adalah seorang pemimpin nyata yang menginspirasi timnya secara konstan dengan visi masa depan bersama. Pemimpin transformasional mencurahkan perhatian pada kebutuhan pengikutnya. Pemimpin mengubah kesadaran pengikut akan persoalan-persoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan cara baru dan mampu membangkitkan serta mengilhami para pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra dalam mencapai tujuan kelompok.
h.      Kepemimpinan Militeristis
Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut: lebih banyak memberikan perintah; bergantung kepada pangkat dan jabatannya; senang pada formalitas yang berlebih-lebihan; menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan; sukar menerima kritikan dari bawahannya; Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
i.        Kepemimpinan Paternalistik
Di sini pemimpin bersifat kebapakan dan selalu memberikan perlindungan kepada para bawahan. Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut: menganggap dirinya paling dewasa; bersikap terlalu melindungi (overly protective); jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan; jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif; jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya; dan sering bersikap maha tahu.
j.        Kepemimpinan Karismatik
Gaya kepemimpinan karismatis dapat terlihat mirip dengan kepemimpinan transformasional, di mana pemimpin menyuntikkan antusiasme tinggi pada tim, dan sangat enerjik dalam mendorong untuk maju. Tipe kepemimpinan karismatik memandang kepemimpinan sebagai keseimbangan antara pelaksanaan tugas dan pemeliharaan hubungan dengan para bawahan. Pemeliharaan hubungan didasarkan pada hubungan relasional dan bukan berorientasi kekuasaan, walaupun dia memilikinya.


RUJUKAN
1.             Charles J. Keating, “The Leadership Book” diterjemahkan oleh A.M. Mangunhardjana, Kepemimpinan: Teori dan Pengembangannya (Yogyakarta: Kanisius, 1986), 11.

2.             Kenneth Blanchard, et.al., “Leadership and the One Minute Manager” diterjemahkan oleh Agus Maulana, Kepemimpinan dan Manajer Satu Menit: Meningkatkan Efektifikas Melalui Kepemimpinan Situasional (Jakarta: Erlangga, 1992), 30.

3.             M. Ngalim Purwanto, et.al., Administrasi Pendidikan (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1991), 46; dan Hendyat Soetopo, et.al., Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), 284.

4.             Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi (Jakarta: CV Haji Masagung, 1989), l41.

5.             M. Moh. Rifai, Administrasi Pendidikan (Bandung: Jemmars, 1986), 38.
6.             Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah: dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 214.

7.             Hadari Nawawi, Administrasi Pandidikan (Jakarta: Haji Masagung, 1998), 169.

8.             M. Moh. Rifai, Administrasi Pendidikan (Bandung: Jemmars, 1986), 39.
9.             Soekarto Indrafachrudi, Mengantar Bagaimana Memimpin Sekolah yang Baik (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993), 26.

10.         Aan Komariah, at.al., Visionary Leadership: Menuju Sekolah Efektif (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 75; Bernardine R. 11. Wirjana, et.al., Kepemimpinan: Dasar-dasar dan Pengembangannya (Yogyakarta: Andi, 2005), 17.

11.         Dodi Wirawan Irawanto, Kepemimpinan: Esensi dan Realitas (Malang: Bayumedia publishing, 2008), 45.

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH
Oleh NURTAUFIK, S. Ag
A.    Kepala Sekolah
Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang bersifat unik karena sekolah memiliki karakter tersendiri, dimana terjadi proses belajar mengajar, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan manusia. Karena sifatnya yang kompleks dan unik tersebut, sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. “Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah.”
Kata “kepala sekolah” tersusun dari dua kata yaitu “kepala” yang dapat diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga, dan “sekolah” yaitu sebuah lembaga di mana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Secara sederhana kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seseorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadinya interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
Kepala sekolah dilukiskan sebagai orang yang memiliki harapan tinggi bagi para staf dan para siswa. “Kepala sekolah adalah mereka yang banyak mengetahui tugas-tugas mereka dan mereka yang menentukan irama bagi sekolah mereka” .
Rumusan tersebut menunjukkan pentingnya peranan kepala sekolah dalam menggerakkan kehidupan sekolah guna mencapai tujuan. Studi keberhasilan kepala sekolah menunjukkan bahwa kepala sekolah adalah seseorang yang menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah. Kepala sekolah yang berhasil adalah kepala sekolah yang memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi kompleks yang unik, serta mampu melaksanakan perannya dalam memimpin sekolah.
B.     Kepemimpinan
Makna kata “kepemimpinan” erat kaitannya dengan makna kata “memimpin”. Kata memimpin mengandung makna yaitu kemampuan untuk menggerakkan segala sumber yang ada pada suatu organisasi sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Menurut Wahjosumidjo dalam praktek organisasi, kata “memimpin” mengandung konotasi menggerakkan, mengarahkan, membimbing, melindungi, membina, memberikan teladan, memberikan dorongan, memberikan bantuan, dan sebagainya Betapa banyak variabel arti yang terkandung dalam kata memimpin, memberikan indikasi betapa luas tugas dan peranan seorang pemimpin organisasi Kepemimpinan biasanya didefinisikan oleh para ahli menurut pandangan pribadi mereka, serta aspek-aspek fenomena dari kepentingan yang paling baik bagi pakar yang bersangkutan. Yuki mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerjasama antar peran, kedudukan dari suatu jabatan administratif, dan persepsi dari lain-lain tentang legitimasi pengaruh. Kepemimpinan sebagai kemampuan menggerakkan, memberikan motivasi, dan mempengaruhi orang-orang agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan melalui keberanian mengambil keputusan tentang kegiatan yang harus dilakukanGuna lebih memahami makna dari kepemimpinan, berikut dikemukakan beberapa teori mengenai pengertian dan definisi tentang kepemimpinan:
1.      Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan.
2.      Kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan kepada yang dipimpinnya, agar mau melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, dan penuh semangat.
3.      Kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota kelompok .
4.      Kepemimpinan adalah tindakan atau tingkah laku individu dan kelompok yang menyebabkan individu dan juga kelompok-kelompok itu untuk bergerak maju, guna mencapai tujuan pendidikan yang semakin bisa diterima oleh masing- masing pihak.
5.      Kepemimpinan adalah proses pemimpin menciptakan visi, mempengaruhi sikap, perilaku, pendapat, nilai-nilai, norma dan sebagainya dari pengikut untuk merealisasi visi.
Dari definisi-definisi kepemimpinan yang berbeda-beda tersebut, pada dasarnya mengandung kesamaan asumsi yang bersifat umum seperti:
a.       Di dalam satu fenomena kelompok melibatkan interaksi antara dua orang atau lebih,
b.      Di dalam melibatkan proses mempengaruhi, dimana pengaruh yang sengaja (intentional influence) digunakan oleh pemimpin terhadap bawahan.
Di samping kesamaan asumsi yang umum, di dalam definisi tersebut juga memiliki perbedaan yang bersifat umum pula seperti:
a.       siapa yang mempergunakan pengaruh,
b.      tujuan daripada usaha untuk mempengaruhi, dan
c.       cara pengaruh itu digunakan
Berdasarkan uraian tentang definisi kepemimpinan di atas, terlihat bahwa unsur kunci kepemimpinan adalah pengaruh yang dimiliki seseorang dan pada gilirannya akibat pengaruh itu bagi orang yang hendak dipengaruhi. Peranan penting dalam kepemimpinan adalah upaya seseorang yang memainkan peran sebagai pemimpin guna mempengaruhi orang lain dalam organisasi/lembaga tertentu untuk mencapai tujuan. Menurut Wirawan, “mempengaruhi” adalah proses di mana orang yang mempengaruhi berusaha merubah sikap, perilaku, nilai-nilai, norma-norma, kepercayaan, pikiran, dan tujuan orang yang dipengaruhi secara sistematis .
Bertolak dari pengertian kepemimpinan, terdapat tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu unsur manusia, sarana, dan tujuan. Untuk dapat memperlakukan ketiga unsur tersebut secara seimbang, seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan, kecakapan dan keterampilan yang diperlukan dalam melaksanakan kepemimpinannya. Pengetahuan dan keterampilan ini dapat diperoleh dari pengalaman belajar secara teori ataupun dari pengalamannya dalam praktek selama menjadi pemimpin. Namun secara tidak disadari seorang pemimpin dalam memperlakukan kepemimpinannya menurut caranya sendiri, dan cara-cara yang digunakan itu merupakan pencerminan dari sifat-sifat dasar kepemimpinannya.
C.    Pendekatan Studi Kepemimpinan
Fiedler dan Charmer dalam kata pengantar bukunya yang berjudul Leadership and Effective Management, mengemukakan bahwa persoalan utama kepemimpinan dapat dibagi ke dalam tiga masalah pokok, yaitu: bagaimana seseorang dapat menjadi seorang pemimpin, bagaimana para pemimpin itu berperilaku, dan apa yang membuat pemimpin itu berhasil.
Sehubungan dengan masalah di atas, studi kepemimpinan yang terdiri dari berbagai macam pendekatan pada hakikatnya merupakan usaha untuk menjawab atau memberikan pemecahan persoalan yang terkandung di dalam ketiga permasalahan tersebut.
Hampir seluruh penelitian kepemimpinan dapat dikelompokkan ke dalam empat macam pendekatan, yaitu pendekatan pengaruh kewibawaan, sifat, perilaku dan situasional. Berikut uraian ke empat macam pendekatan tersebut :
1.      Pendekatan pengaruh kewibawaan (power influence approach)
Menurut pendekatan ini, keberhasilan pemimpin dipandang dari segi sumber dan terjadinya sejumlah kewibawaan yang ada pada para pemimpin, dan dengan cara yang bagaimana para pemimpin menggunakan kewibawaan tersebut kepada bawahan. Pendekatan ini menekankan proses saling mempengaruhi, sifat timbal balik dan pentingnya pertukaran hubungan kerjasama antara para pemimpin dengan bawahan. French dan Raven dalam Wahjosumidjo mengemukakan bahwa:
Berdasarkan hasil penelitian terdapat pengelompokan sumber dari mana kewibawaan tersebut berasal, yaitu:
a.         Legitimate power: bawahan melakukan sesuatu karena pemimpin memiliki kekuasaan untuk meminta bawahan dan bawahan mempunyai kewajiban untuk menuruti atau mematuhinya,
b.         Coersive power: bawahan mengerjakan sesuatu agar dapat terhindar dari hukuman yang dimiliki oleh pemimpin,
c.         Reward power: bawahan mengerjakan sesuatu agar memperoleh penghargaan yang dimiliki oleh pemimpin,
d.        Referent power: bawahan melakukan sesuatu karena bawahan merasa kagum terhadap pemimpin, bawahan merasa kagum atau membutuhkan untuk menerima restu pemimpin, dan mau berperilaku pula seperti pemimpin, dan
e.         Expert power: bawahan mengerjakan sesuatu karena bawahan percaya pemimpin memiliki pengetahuan khusus dan keahlian serta mengetahui apa yang diperlukan.
Kewibawaan merupakan keunggulan, kelebihan atau pengaruh yang dimiliki oleh kepala sekolah. Kewibawaan kepala sekolah dapat mempengaruhi bawahan, bahkan menggerakkan, memberdayakan segala sumber daya sekolah untuk mencapai tujuan sekolah sesuai dengan keinginan kepala sekolah.
Berdasarkan pendekatan pengaruh kewibawaan, seorang kepala sekolah dimungkinkan untuk menggunakan pengaruh yang dimilikinya dalam membina, memberdayakan, dan memberi teladan terhadap guru sebagai bawahan. Legitimate dan coersive power memungkinkan kepala sekolah dapat melakukan pembinaan terhadap guru, sebab dengan kekuasaan dalam memerintah dan memberi hukuman, pembinaan terhadap guru akan lebih mudah dilakukan. Sementara itu dengan reward power memungkinkan kepala sekolah memberdayakan guru secara optimal, sebab penghargaan yang layak dari kepala sekolah merupakan motivasi berharga bagi guru untuk menampilkan performa terbaiknya. Selanjutnya dengan referent dan expert power, keahlian dan perilaku kepala sekolah yang diimplementasikan dalam bentuk rutinitas kerja, diharapkan mampu meningkatkan motivasi kerja para guru.
2.        Pendekatan sifat (the trait approach)
Pendekatan ini menekankan pada kualitas pemimpin. Keberhasilan pemimpin ditandai oleh daya kecakapan luar biasa yang dimiliki oleh pemimpin, seperti tidak kenal lelah, intuisi yang tajam, wawasan masa depan yang luas, dan kecakapan meyakinkan yang sangat menarik.
Menurut pendekatan sifat, seseorang menjadi pemimpin karena sifat-sifatnya yang dibawa sejak lahir, bukan karena dibuat atau dilatih. Seperti dikatakan oleh Thierauf dalam Purwanto: “The hereditery approach states that leaders are born and note made- that leaders do not acqueire the ability to lead, but inherit it” yang artinya pemimpin adalah dilahirkan bukan dibuat bahwa pemimpin tidak dapat memperoleh kemampuan untuk memimpin, tetapi mewarisinya. Selanjutnya Stogdill dalam Sutisna, mengemukakan bahwa seseorang tidak menjadi pemimpin dikarenakan memiliki suatu kombinasi sifat-sifat kepribadian, tapi pola sifat-sifat pribadi pemimpin itu mesti menunjukan hubungan tertentu dengan sifat, kegiatan, dan tujuan dari pada pengikutnya .
Berdasarkan pendekatan sifat, keberhasilan seorang pemimpin tidak hanya dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadi, melainkan ditentukan pula oleh keterampilan (skill) pribadi pemimpin. Hal ini sejalan dengan pendapat Yuki yang menyatakan bahwa sifat-sifat pribadi dan keterampilan seseorang pimpinan berperan dalam keberhasilan seorang pemimpin .
3.      Pendekatan perilaku (the behavior approach)
Pendekatan perilaku merupakan pendekatan yang berdasarkan pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan oleh sikap dan gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin dalam kegiatannya sehari-hari dalam hal: bagaimana cara memberi perintah, membagi tugas dan wewenang, cara berkomunikasi, cara mendorong semangat kerja bawahan, cara memberi bimbingan dan pengawasan, cara membina disiplin kerja bawahan, dan cara mengambil keputusan.
Pendekatan perilaku menekankan pentingnya perilaku yang dapat diamati yang dilakukan oleh para pemimpin dari sifat pribadi atau sumber kewibawaan yang dimilikinya. Oleh sebab itu pendekatan perilaku itu mempergunakan acuan sifat pribadi dan kewibawaan. Kemampuan perilaku secara konsepsional telah berkembang kedalam- berbagai macam cara dan berbagai macam tingkatan abstraksi. Perilaku seorang pemimpin digambarkan kedalam istilah “pola aktivitas“, “peranan manajerial“ atau “kategori perilaku“.
4.      Pendekatan situasional (situational approach)
Pendekatan situasional menekankan pada ciri-ciri pribadi pemimpin dan situasi, mengemukakan dan mencoba untuk mengukur atau memperkirakan ciri-ciri pribadi ini, dan membantu pimpinan dengan garis pedoman perilaku yang bermanfaat yang didasarkan kepada kombinasi dari kemungkinan yang bersifat kepribadian dan situasional.
Pendekatan situasional atau pendekatan kontingensi merupakan suatu teori yang berusaha mencari jalan tengah antara pandangan yang mengatakan adanya asas¬asas organisasi dan manajemen yang bersifat universal, dan pandangan yang berpendapat bahwa tiap organisasi adalah unik dan memiliki situasi yang berbeda¬beda sehingga harus dihadapi dengan gaya kepemimpinan tertentu.
Pendekatan situasional bukan hanya merupakan hal yang penting bagi kompleksitas yang bersifat interaktif dan fenomena kepemimpinan, tetapi membantu pula cara pemimpin yang potensial dengan konsep-konsep yang berguna untuk menilai situasi yang bermacam-macam dan untuk menunjukkan perilaku kepemimpinan yang tepat berdasarkan situasi. Peranan pemimpin harus dipertimbangkan dalam hubungan dengan situasi dimana peranan itu dilaksanakan. Pendekatan situasional dalam kepemimpinan mengatakan bahwa kepemimpinan ditentukan tidak oleh sifat kepribadian individu-individu, melainkan oleh persyaratan situasi sosial.
Dalam kaitan ini Sutisna menyatakan bahwa “kepemimpinan” adalah hasil dari hubungan-hubungan dalam situasi sosial, dan dalam situasi berbeda para pemimpin memperlihatan sifat kepribadian yang berlainan. Jadi, pemimpin dalam situasi yang satu mungkin tidak sama dengan tipe pemimpin dalam situasi yang lain dimana keadaan dan faktor-faktor sosial berbeda.
Lebih lanjut Yuki menjelaskan bahwa pendekatan situasional menekankan pada pentingnya faktor-faktor kontekstual seperti sifat pekerjaan yang dilaksanakan oleh unit pimpinan, sifat lingkungan eksternal, dan karakteristik para pengikut. Sementara Fattah berpandangan bahwa keefektifan kepemimpinan bergantung pada kecocokan antara pribadi, tugas, kekuasaan, sikap dan persepsi.
D.    Fungsi Kepemimpinan
Menurut Ardi, fungsi kepemimpinan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. Masih menurut Ardi, fungsi-fungsi kepemimpinan yaitu: membantu terciptanya suasana persaudaraan, dan kerjasama dengan penuh rasa kebebasan, membantu kelompok untuk mengorganisasikan diri yaitu ikut memberikan rangsangan dan bantuan kepada kelompok dalam menetapkan tujuan, membantu kelompok dalam menetapkan proses kerja, bertanggung jawab dalam mengambil keputusan bersama dengan kelompok, dan terakhir bertanggung jawab dalam mengembangkan dan mempertahankan eksistensi organisasi.
Sementara itu Wahjosumidjo mengemukakan fungsi-fungsi kepemimpinan yaitu: membangkitkan kepercayaan dan loyalitas bawahan, mengkomunikasikan gagasan kepada orang lain, dengan berbagai cara mempengaruhi orang lain, menciptakan perubahan secara efektif di dalam penampilan kelompok, dan menggerakkan orang lain, sehingga secara sadar orang lain tersebut mau melakukan apa yang dikehendaki.
E.     Syarat-syarat Pemimpin
Kunci keberhasilan suatu sekolah pada hakikatnya terletak pada efisiensi dan efektivitas penampilan pemimpinnya, dalam hal ini kepala sekolah. Kepala sekolah dituntut memiliki persyaratan kualitas kepemimpinan yang kuat, sebab keberhasilan sekolah hanya dapat dicapai melalui kepemimpinan kepala sekolah yang berkualitas.
Kepala sekolah yang berkualitas yaitu kepala sekolah yang memiliki kemampuan dasar, kualifikasi pribadi, serta pengetahuan dan keterampilan profesional. Menurut Tracey, keahlian atau kemampuan dasar, yaitu sekelompok kemampuan yang harus dimiliki oleh tingkat pemimpin apapun, yang mencakup: conceptual skills, human skill dan technical skills
Berikut uraian kemampuan dasar yang dikemukakan oleh Tracey.
1.      Technical skills, yaitu: kecakapan spesifik tentang proses, prosedur atau teknik -teknik, atau merupakan kecakapan khusus dalam menganalisis hal-hal khusus dan penggunaan fasilitas, peralatan, serta teknik pengetahuan yang spesifik.
2.      Human skills, yaitu: kecakapan pemimpin untuk bekerja secara efektif sebagai anggota kelompok dan untuk menciptakan usaha kerjasama di lingkungan kelompok yang dipimpinnya.
3.      Conceptual skills, yaitu kemampuan seorang pemimpin melihat organisasi sebagai satu keseluruhan.
Kualifikasi pribadi yaitu serangkaian sifat atau watak yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin termasuk kepala sekolah. Dengan kata lain seorang pemimpin yang diharapkan berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan harus didukung oleh mental, fisik, emosi, watak sosial, sikap, etika, dan kepribadian yang baik.
Seorang pemimpin harus pula memiliki pengetahuan dan keterampilan profesional. Pengetahuan profesional meliputi:
a.       Pengetahuan terhadap tugas, dimana seorang pemimpin atau kepala sekolah harus mampu secara menyeluruh mengetahui banyak tentang lingkungan organisasi atau sekolah dimana organisasi atau sekolah tersebut berada,
b.      Seorang pemimpin atau kepala sekolah harus memahami hubungan kerja antar berbagai unit, pendelegasian wewenang, sikap bawahan, serta bakat dan kekurangan dari bawahan,
c.       Seorang pemimpin harus tahu wawasan organisasi dan kebijaksanaan khusus, perundang-undangan dan prosedur,
d.      Seorang pemimpin harus memiliki satu perasaan rill untuk semangat dan suasana aktivitas diri orang lain dan staf yang harus dihadapi,
e.       Seorang pemimpin harus mengetahui layout secara fisik bangunan, kondisi operasional, berbagai macam keganjilan dan problema yang biasa terjadi, dan
f.       Seorang pemimpin harus mengetahui pelayanan yang tersedia untuk dirinya dan bawahan, serta kontrol yang dipakai oleh manajemen tingkat yang lebih tinggi.
Sedangkan keterampilan profesional, meliputi:
a.       Mampu berfungsi sebagai seorang pendidik,
b.      Mampu menampilkan analisis tinggi untuk mengumpulkan, mencatat dan menguraikan tugas pekerjaan,
c.       Mampu mengembangkan silabus rangkaian mata pelajaran dan program-program pengajaran,
d.      Mampu menjadi mahkota dari berbagai macam teknik mengajar,
e.       Mampu merencanakan dan melaksanakan penelitian dalam pendidikan dan mempergunakan temuan riset,
f.       Mampu mengadakan supervisi dan evaluasi pengajaran, fasilitas, kelengkapan, dan materi pelajaran,
g.      Mengetahui kejadian di luar sekolah yang berhubungan dengan paket dan pelayanan pendidikan, dan
h.      Mampu menjadi pemimpin yang baik dan komunikator yang efektif.
Berkaitan dengan uraian di atas, Suradinata menyatakan bahwa:
Pemimpin suatu organisasi yang sukses harus memiliki beberapa syarat yaitu:
a.       Mempunyai kecerdasan yang lebih, untuk memikirkan dan memecahkan setiap persoalan yang timbul dengan tepat dan bijaksana,
b.      Mempunyai emosi yang stabil, tidak mudah diombang ambing oleh suasana yang berganti, dan dapat memisahkan persoalan pribadi, rumah tangga, dan organisasi,
c.       Mempunyai keahlian dalam menghadapi manusia serta bisa membuat bawahan menjadi senang dan merasa puas,
d.      Mempunyai keahlian untuk mengorganisir dan menggerakkan bawahannya dengan kebijaksanaan dalam mewujudkan tujuan organisasi, umpamanya tahapan bila dan kepada siapa tanggung jawab dan wewenang akan diserahkan, dan
e.       Kondisi fisik yang sehat dan kuat.
F.     Gaya Kepemimpinan
Seorang pemimpin dapat melakukan berbagai cara dalam kegiatan mempengaruhi atau memberi motivasi orang lain atau bawahan agar melakukan tindakan-tindakan yang selalu terarah terhadap pencapaian tujuan organisasi. Cara ini mencerminkan sikap dan pandangan pemimpin terhadap orang yang dipimpinnya, dan merupakan gambaran gaya kepemimpinannya.
Kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tugas untuk memimpin sekolah, bertanggung jawab atas tercapainya tujuan, peran, dan mutu pendidikan di sekolah. Dengan demikian agar tujuan sekolah dapat tercapai, maka kepala sekolah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memerlukan suatu gaya dalam memimpin, yang dikenal dengan gaya kepemimpinan kepala sekolah.
Menurut Purwanto, gaya kepemimpinan adalah suatu cara atau teknik seseorang dalam menjalankan suatu kepemimpinan. Selanjutnya dikemukakan bahwa gaya kepemimpinan dapat pula diartikan sebagai norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Dalam hal ini usaha menselaraskan persepsi diantara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan yang akan dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya.
Kepala sekolah dalam melakukan tugas kepemimpinannya mempunyai karakteristik dan gaya kepemimpinan untuk mencapai tujuan yang diharapkannya. Sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen,watak dan kebiasaan sendiri yang khas, sehingga dengan tingkah laku dan gayanya sendiri yang membedakan dirinya dengan orang lain. Gaya atau tipe hidupnya ini pasti akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya.
Wahjosumidjo mengemukakan empat pola perilaku kepemimpinan yang lazim disebut gaya kepemimpinan yaitu perilaku instruktif, konsultatif, partisipatif, dan delegatif.
Masih menurut Wahjosumidjo, perilaku kepemimpinan tersebut masing-masing memiliki ciri-ciri pokok, yaitu:
1.         Perilaku instruktif; komunikasi satu arah, pimpinan membatasi peranan bawahan, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan menjadi tanggung jawab pemimpin, pelaksanaan pekerjaan diawasi dengan ketat,
2.         Perilaku konsultatif; pemimpin masih memberikan instruksi yang cukup besar serta menentukan keputusan, telah diharapkan komunikasi dua arah dan memberikan supportif terhadap bawahan, pemimpin mau mendengar keluhan dan perasaan bawahan tentang pengambilan keputusan, bantuan terhadap bawahan ditingkatkan tetapi pelaksanaan keputusan tetap pada pemimpin,
3.         Perilaku partisipatif; kontrol atas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan antara pimpinan dan bawahan seimbang, pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, komunikasi dua arah makin meningkat, pemimpin makin mendengarkan secara intensif terhadap bawahannya, keikutsertaan bawahan dalam pemecahan dan pengambilan keputusan makin bertambah,
4.         Perilaku delegatif; pemimpin mendiskusikan masalah yang dihadapi dengan bawahan dan selanjutnya mendelegasikan pengambilan keputusan seluruhnya kepada bawahan, bawahan diberi hak untuk menentukan langkah-langkah bagaimana keputusan dilaksanakan, dan bawahan diberi wewenang untuk menyelesaikan tugas- tugas sesuai dengan keputusan sendiri.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah merupakan kemampuan dari seorang kepala sekolah dalam mempengaruhi dan menggerakkan bawahan dalam suatu organisasi atau lembaga sekolah guna tercapainya tujuan sekolah. Terdapat empat macam pendekatan studi kepemimpinan, yaitu: (1) pendekatan pengaruh kewibawaan, (2) pendekatan sifat, (3) pendekatan perilaku, dan (4) pendekatan situasional. Fungsi dari kepemimpinan secara garis besar yaitu mempengaruhi dan menggerakkan orang lain dalam suatu organisasi agar mau melakukan apa yang dikehendaki seorang pemimpin guna tercapainya tujuan. Sedangkan syarat seorang pemimpin yaitu harus memiliki kemampuan dasar berupa technical skills, human skill, dan conceptual skill, serta pengetahuan dan keterampilan profesional.
Dengan terpenuhinya syarat sebagai seorang pemimpin, maka seorang kepala sekolah dituntut untuk dapat memberi keteladanan dalam pelaksanaan tugas, menyusun administrasi dan program sekolah, menentukan anggaran belanja sekolah, dan pembagian pelaksanaan tugas. Sementara itu empat pola perilaku kepemimpinan yang lazim disebut gaya kepemimpinan meliputi perilaku instruktif, konsultatif, dan partisipatif, dan delegatif.
G.    Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
Teori kepemimpinan yang akan dibahas ini merupakan salah satu teori yang termasuk teori contingency. Teori ini dikembangkan oleh Vroom dan Yetton dalam Munandar, dan disebutkan pula sebagai model normatif tentang kepemimpinan. Gaya kepemimpinan yang tepat ditentukan oleh corak persoalan yang dihadapi oleh macam keputusan yang harus diambil.
Model mereka dinamakan normative, karena mengarah ke pemberian suatu rekomendasi tentang gaya kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu. Pada hakikatnya, model ini dapat digunakan sebagai alat :
1.      Membantu mengenali berbagai jenis situasi pemecahan persoalan secara berkelompok (group problem-solving situations).
2.      Menyarankan gaya-gaya kepemimpinan mana yang dianggap layak untuk setiap situasi. Ada tiga perangkat parameter yang penting, yaitu :
a)      Klasifikasi gaya kepemimpinan
b)      Kriteria efektitas keputusan
c)      Kriteria mengemukakan jenis situasi pemecahan persoalan.
H.    Gaya Pengambilan Keputusan
Menurut Hasibuan, gaya pengambilan keputusan pemimpin dapat dikelompokan, yakni :
1.      Gaya Otoratif, diterapkan pada situasi ketika manajer memiliki pengalaman dan informasi untuk menghasilka konklusi, sementara pengikut tidak memiliki kemampuan, kesediaan, dan keyakinan untuk memecahkan masalah. Jadi, manajer harus membuat keputusan tanpa bantuan pengikut.
Gaya ini mengisyaratkan perilaku direktif dan pada situasi ketika hanya pemimpin yang memiliki informasi atau keahlian.
2.      Gaya Konsultatif, adalah strategi yang tepat apabila manajer mengenali bahwa pengikut juga mempunyai beberapa pengalaman atau pengetahuan tentang masalah dan bersedia memecahkan masalah meskipun belum mampu. Dalam situasi ini strategi yang terbaik adalah memperoleh masukan mereka, sebelum membuat keputusan final.
Dengan cara ini ada dua keuntungan atau hasil yang segera didapat, yaitu kerja sama berbagi pengetahuan sehingga meningkatkan keakuratan keputusan dan pemimpin memberi motivasi dan membantu pengikut mengidentifikasi tujuan kelompok secara lebih jelas.
3.      Gaya Fasilitatif, merupakan upaya kooperatif yaitu manajer dan pengikut bekerjasama mencapai keputusan bersama. Dalam hal ini, pemimpin secara efektif memiliki komitmen terhadap diri sendiri untuk berbagi dalam proses pengambil keputusan. Gaya ini merupakan cara yang sempurna manakala berhadapan dengan pengikut yang mampu, tetapi belum yakin akan dirinya.
4.      Gaya Delegatif, digunakan terhadap pengikut yang memiliki tingkat kesiapan yang memilki pengalaman dan informasi yang diperlukan untuk keputusan atau rekomendasi yang layak.
Berdasarkan eksplorasi yang cukup komprehensif dari beberapa teori tersebut di atas, maka dapat dikonklusikan pengertian tentang kepemimpinan kepala sekolah yang disintesiskan sebagai berikut: kepemimpinan kepala sekolah adalah kemampuan dari seorang kepala sekolah dalam mempengaruhi dan menggerakkan bawahan dalam suatu organisasi atau lembaga sekolah guna tercapainya tujuan sekolah.
Variabel Kepemimpinan kepala sekolah memiliki tiga dimensi yang terdiri dari:
a.           Dimensi kewibawaan kepala sekolah, dengan indikator: pembinaan terhadap bawahan, memberdayakan SDM, rutinitas kerja kepala sekolah,
b.          Dimensi Sifat dan keterampilan kepala sekolah, dengan indikator: keteladanan dalam pelaksanaan tugas, menyusun administrasi dan program sekolah, menentukan anggaran belanja sekolah, pembagian pelaksanaan tugas, dan
c.           Dimensi Perilaku kepala sekolah, dengan indikator: instruktif, konsultatif, partisipatif, delegatif.