KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH
Oleh
NURTAUFIK, S. Ag
A.
Kepala
Sekolah
Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat kompleks
karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang
satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang bersifat unik
karena sekolah memiliki karakter tersendiri, dimana terjadi proses belajar
mengajar, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan manusia. Karena
sifatnya yang kompleks dan unik tersebut, sekolah sebagai organisasi memerlukan
tingkat koordinasi yang tinggi. “Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan
kepala sekolah.”
Kata “kepala sekolah” tersusun dari dua kata yaitu “kepala” yang dapat
diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga, dan
“sekolah” yaitu sebuah lembaga di mana menjadi tempat menerima dan memberi
pelajaran. Secara sederhana kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai
seseorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah
dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadinya
interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
Kepala sekolah dilukiskan sebagai orang yang memiliki harapan tinggi bagi
para staf dan para siswa. “Kepala sekolah adalah mereka yang banyak mengetahui
tugas-tugas mereka dan mereka yang menentukan irama bagi sekolah mereka” .
Rumusan tersebut menunjukkan pentingnya peranan kepala sekolah dalam
menggerakkan kehidupan sekolah guna mencapai tujuan. Studi keberhasilan kepala
sekolah menunjukkan bahwa kepala sekolah adalah seseorang yang menentukan titik
pusat dan irama suatu sekolah. Kepala sekolah yang berhasil adalah kepala
sekolah yang memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi kompleks yang unik,
serta mampu melaksanakan perannya dalam memimpin sekolah.
B.
Kepemimpinan
Makna kata “kepemimpinan” erat kaitannya dengan makna kata “memimpin”. Kata
memimpin mengandung makna yaitu kemampuan untuk menggerakkan segala sumber yang
ada pada suatu organisasi sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan.
Menurut Wahjosumidjo dalam praktek organisasi, kata “memimpin” mengandung
konotasi menggerakkan, mengarahkan, membimbing, melindungi, membina, memberikan
teladan, memberikan dorongan, memberikan bantuan, dan sebagainya Betapa banyak
variabel arti yang terkandung dalam kata memimpin, memberikan indikasi betapa
luas tugas dan peranan seorang pemimpin organisasi Kepemimpinan biasanya didefinisikan
oleh para ahli menurut pandangan pribadi mereka, serta aspek-aspek fenomena
dari kepentingan yang paling baik bagi pakar yang bersangkutan. Yuki
mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu sifat, perilaku pribadi, pengaruh
terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerjasama antar peran,
kedudukan dari suatu jabatan administratif, dan persepsi dari lain-lain tentang
legitimasi pengaruh. Kepemimpinan sebagai kemampuan menggerakkan, memberikan
motivasi, dan mempengaruhi orang-orang agar bersedia melakukan
tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan melalui keberanian
mengambil keputusan tentang kegiatan yang harus dilakukanGuna lebih memahami
makna dari kepemimpinan, berikut dikemukakan beberapa teori mengenai pengertian
dan definisi tentang kepemimpinan:
1.
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan.
2.
Kepemimpinan adalah sekumpulan dari
serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamnya
kewibawaan untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan kepada yang
dipimpinnya, agar mau melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan
rela, dan penuh semangat.
3.
Kepemimpinan adalah proses
mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dari
anggota kelompok .
4.
Kepemimpinan adalah tindakan atau
tingkah laku individu dan kelompok yang menyebabkan individu dan juga
kelompok-kelompok itu untuk bergerak maju, guna mencapai tujuan pendidikan yang
semakin bisa diterima oleh masing- masing pihak.
5.
Kepemimpinan adalah proses pemimpin
menciptakan visi, mempengaruhi sikap, perilaku, pendapat, nilai-nilai, norma
dan sebagainya dari pengikut untuk merealisasi visi.
Dari
definisi-definisi kepemimpinan yang berbeda-beda tersebut, pada dasarnya
mengandung kesamaan asumsi yang bersifat umum seperti:
a. Di dalam
satu fenomena kelompok melibatkan interaksi antara dua orang atau lebih,
b. Di dalam
melibatkan proses mempengaruhi, dimana pengaruh yang sengaja (intentional
influence) digunakan oleh pemimpin terhadap bawahan.
Di samping
kesamaan asumsi yang umum, di dalam definisi tersebut juga memiliki perbedaan
yang bersifat umum pula seperti:
a.
siapa yang mempergunakan pengaruh,
b.
tujuan daripada usaha untuk
mempengaruhi, dan
c.
cara pengaruh itu digunakan
Berdasarkan
uraian tentang definisi kepemimpinan di atas, terlihat bahwa unsur kunci
kepemimpinan adalah pengaruh yang dimiliki seseorang dan pada gilirannya akibat
pengaruh itu bagi orang yang hendak dipengaruhi. Peranan penting dalam
kepemimpinan adalah upaya seseorang yang memainkan peran sebagai pemimpin guna
mempengaruhi orang lain dalam organisasi/lembaga tertentu untuk mencapai
tujuan. Menurut Wirawan, “mempengaruhi” adalah proses di mana orang yang
mempengaruhi berusaha merubah sikap, perilaku, nilai-nilai, norma-norma,
kepercayaan, pikiran, dan tujuan orang yang dipengaruhi secara sistematis .
Bertolak
dari pengertian kepemimpinan, terdapat tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu
unsur manusia, sarana, dan tujuan. Untuk dapat memperlakukan ketiga unsur
tersebut secara seimbang, seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan,
kecakapan dan keterampilan yang diperlukan dalam melaksanakan kepemimpinannya.
Pengetahuan dan keterampilan ini dapat diperoleh dari pengalaman belajar secara
teori ataupun dari pengalamannya dalam praktek selama menjadi pemimpin. Namun
secara tidak disadari seorang pemimpin dalam memperlakukan kepemimpinannya
menurut caranya sendiri, dan cara-cara yang digunakan itu merupakan pencerminan
dari sifat-sifat dasar kepemimpinannya.
C.
Pendekatan
Studi Kepemimpinan
Fiedler dan
Charmer dalam kata pengantar bukunya yang berjudul Leadership and Effective
Management, mengemukakan bahwa persoalan utama kepemimpinan dapat dibagi ke
dalam tiga masalah pokok, yaitu: bagaimana seseorang dapat menjadi seorang
pemimpin, bagaimana para pemimpin itu berperilaku, dan apa yang membuat
pemimpin itu berhasil.
Sehubungan
dengan masalah di atas, studi kepemimpinan yang terdiri dari berbagai macam
pendekatan pada hakikatnya merupakan usaha untuk menjawab atau memberikan
pemecahan persoalan yang terkandung di dalam ketiga permasalahan tersebut.
Hampir
seluruh penelitian kepemimpinan dapat dikelompokkan ke dalam empat macam
pendekatan, yaitu pendekatan pengaruh kewibawaan, sifat, perilaku dan
situasional. Berikut uraian ke empat macam pendekatan tersebut :
1.
Pendekatan pengaruh kewibawaan (power
influence approach)
Menurut
pendekatan ini, keberhasilan pemimpin dipandang dari segi sumber dan terjadinya
sejumlah kewibawaan yang ada pada para pemimpin, dan dengan cara yang bagaimana
para pemimpin menggunakan kewibawaan tersebut kepada bawahan. Pendekatan ini
menekankan proses saling mempengaruhi, sifat timbal balik dan pentingnya
pertukaran hubungan kerjasama antara para pemimpin dengan bawahan. French dan
Raven dalam Wahjosumidjo mengemukakan bahwa:
Berdasarkan
hasil penelitian terdapat pengelompokan sumber dari mana kewibawaan tersebut
berasal, yaitu:
a.
Legitimate power: bawahan
melakukan sesuatu karena pemimpin memiliki kekuasaan untuk meminta bawahan dan
bawahan mempunyai kewajiban untuk menuruti atau mematuhinya,
b.
Coersive power: bawahan
mengerjakan sesuatu agar dapat terhindar dari hukuman yang dimiliki oleh
pemimpin,
c.
Reward power: bawahan
mengerjakan sesuatu agar memperoleh penghargaan yang dimiliki oleh pemimpin,
d.
Referent power: bawahan
melakukan sesuatu karena bawahan merasa kagum terhadap pemimpin, bawahan merasa
kagum atau membutuhkan untuk menerima restu pemimpin, dan mau berperilaku pula
seperti pemimpin, dan
e.
Expert power: bawahan mengerjakan
sesuatu karena bawahan percaya pemimpin memiliki pengetahuan khusus dan
keahlian serta mengetahui apa yang diperlukan.
Kewibawaan
merupakan keunggulan, kelebihan atau pengaruh yang dimiliki oleh kepala
sekolah. Kewibawaan kepala sekolah dapat mempengaruhi bawahan, bahkan
menggerakkan, memberdayakan segala sumber daya sekolah untuk mencapai tujuan
sekolah sesuai dengan keinginan kepala sekolah.
Berdasarkan
pendekatan pengaruh kewibawaan, seorang kepala sekolah dimungkinkan untuk
menggunakan pengaruh yang dimilikinya dalam membina, memberdayakan, dan memberi
teladan terhadap guru sebagai bawahan. Legitimate dan coersive power
memungkinkan kepala sekolah dapat melakukan pembinaan terhadap guru, sebab
dengan kekuasaan dalam memerintah dan memberi hukuman, pembinaan terhadap guru
akan lebih mudah dilakukan. Sementara itu dengan reward power
memungkinkan kepala sekolah memberdayakan guru secara optimal, sebab
penghargaan yang layak dari kepala sekolah merupakan motivasi berharga bagi
guru untuk menampilkan performa terbaiknya. Selanjutnya dengan referent
dan expert power, keahlian dan perilaku kepala sekolah yang
diimplementasikan dalam bentuk rutinitas kerja, diharapkan mampu meningkatkan
motivasi kerja para guru.
2.
Pendekatan sifat (the trait
approach)
Pendekatan
ini menekankan pada kualitas pemimpin. Keberhasilan pemimpin ditandai oleh daya
kecakapan luar biasa yang dimiliki oleh pemimpin, seperti tidak kenal lelah,
intuisi yang tajam, wawasan masa depan yang luas, dan kecakapan meyakinkan yang
sangat menarik.
Menurut
pendekatan sifat, seseorang menjadi pemimpin karena sifat-sifatnya yang dibawa
sejak lahir, bukan karena dibuat atau dilatih. Seperti dikatakan oleh Thierauf
dalam Purwanto: “The hereditery approach states that leaders are born and
note made- that leaders do not acqueire the ability to lead, but inherit it”
yang artinya pemimpin adalah dilahirkan bukan dibuat bahwa pemimpin tidak dapat
memperoleh kemampuan untuk memimpin, tetapi mewarisinya. Selanjutnya Stogdill
dalam Sutisna, mengemukakan bahwa seseorang tidak menjadi pemimpin dikarenakan
memiliki suatu kombinasi sifat-sifat kepribadian, tapi pola sifat-sifat pribadi
pemimpin itu mesti menunjukan hubungan tertentu dengan sifat, kegiatan, dan
tujuan dari pada pengikutnya .
Berdasarkan
pendekatan sifat, keberhasilan seorang pemimpin tidak hanya dipengaruhi oleh
sifat-sifat pribadi, melainkan ditentukan pula oleh keterampilan (skill)
pribadi pemimpin. Hal ini sejalan dengan pendapat Yuki yang menyatakan bahwa
sifat-sifat pribadi dan keterampilan seseorang pimpinan berperan dalam
keberhasilan seorang pemimpin .
3.
Pendekatan perilaku (the behavior
approach)
Pendekatan
perilaku merupakan pendekatan yang berdasarkan pemikiran bahwa keberhasilan
atau kegagalan pemimpin ditentukan oleh sikap dan gaya kepemimpinan yang
dilakukan oleh pemimpin dalam kegiatannya sehari-hari dalam hal: bagaimana cara
memberi perintah, membagi tugas dan wewenang, cara berkomunikasi, cara
mendorong semangat kerja bawahan, cara memberi bimbingan dan pengawasan, cara
membina disiplin kerja bawahan, dan cara mengambil keputusan.
Pendekatan
perilaku menekankan pentingnya perilaku yang dapat diamati yang dilakukan oleh
para pemimpin dari sifat pribadi atau sumber kewibawaan yang dimilikinya. Oleh
sebab itu pendekatan perilaku itu mempergunakan acuan sifat pribadi dan
kewibawaan. Kemampuan perilaku secara konsepsional telah berkembang kedalam-
berbagai macam cara dan berbagai macam tingkatan abstraksi. Perilaku seorang
pemimpin digambarkan kedalam istilah “pola aktivitas“, “peranan manajerial“
atau “kategori perilaku“.
4.
Pendekatan situasional (situational
approach)
Pendekatan
situasional menekankan pada ciri-ciri pribadi pemimpin dan situasi,
mengemukakan dan mencoba untuk mengukur atau memperkirakan ciri-ciri pribadi
ini, dan membantu pimpinan dengan garis pedoman perilaku yang bermanfaat yang
didasarkan kepada kombinasi dari kemungkinan yang bersifat kepribadian dan
situasional.
Pendekatan
situasional atau pendekatan kontingensi merupakan suatu teori yang berusaha
mencari jalan tengah antara pandangan yang mengatakan adanya asas¬asas
organisasi dan manajemen yang bersifat universal, dan pandangan yang
berpendapat bahwa tiap organisasi adalah unik dan memiliki situasi yang
berbeda¬beda sehingga harus dihadapi dengan gaya kepemimpinan tertentu.
Pendekatan
situasional bukan hanya merupakan hal yang penting bagi kompleksitas yang
bersifat interaktif dan fenomena kepemimpinan, tetapi membantu pula cara
pemimpin yang potensial dengan konsep-konsep yang berguna untuk menilai situasi
yang bermacam-macam dan untuk menunjukkan perilaku kepemimpinan yang tepat
berdasarkan situasi. Peranan pemimpin harus dipertimbangkan dalam hubungan
dengan situasi dimana peranan itu dilaksanakan. Pendekatan situasional dalam
kepemimpinan mengatakan bahwa kepemimpinan ditentukan tidak oleh sifat
kepribadian individu-individu, melainkan oleh persyaratan situasi sosial.
Dalam kaitan
ini Sutisna menyatakan bahwa “kepemimpinan” adalah hasil dari hubungan-hubungan
dalam situasi sosial, dan dalam situasi berbeda para pemimpin memperlihatan
sifat kepribadian yang berlainan. Jadi, pemimpin dalam situasi yang satu
mungkin tidak sama dengan tipe pemimpin dalam situasi yang lain dimana keadaan
dan faktor-faktor sosial berbeda.
Lebih lanjut
Yuki menjelaskan bahwa pendekatan situasional menekankan pada pentingnya
faktor-faktor kontekstual seperti sifat pekerjaan yang dilaksanakan oleh unit
pimpinan, sifat lingkungan eksternal, dan karakteristik para pengikut.
Sementara Fattah berpandangan bahwa keefektifan kepemimpinan bergantung pada
kecocokan antara pribadi, tugas, kekuasaan, sikap dan persepsi.
D.
Fungsi
Kepemimpinan
Menurut
Ardi, fungsi kepemimpinan adalah bagian dari tugas utama yang harus
dilaksanakan. Masih menurut Ardi, fungsi-fungsi kepemimpinan yaitu: membantu
terciptanya suasana persaudaraan, dan kerjasama dengan penuh rasa kebebasan,
membantu kelompok untuk mengorganisasikan diri yaitu ikut memberikan rangsangan
dan bantuan kepada kelompok dalam menetapkan tujuan, membantu kelompok dalam
menetapkan proses kerja, bertanggung jawab dalam mengambil keputusan bersama
dengan kelompok, dan terakhir bertanggung jawab dalam mengembangkan dan
mempertahankan eksistensi organisasi.
Sementara
itu Wahjosumidjo mengemukakan fungsi-fungsi kepemimpinan yaitu: membangkitkan
kepercayaan dan loyalitas bawahan, mengkomunikasikan gagasan kepada orang lain,
dengan berbagai cara mempengaruhi orang lain, menciptakan perubahan secara
efektif di dalam penampilan kelompok, dan menggerakkan orang lain, sehingga
secara sadar orang lain tersebut mau melakukan apa yang dikehendaki.
E.
Syarat-syarat
Pemimpin
Kunci
keberhasilan suatu sekolah pada hakikatnya terletak pada efisiensi dan
efektivitas penampilan pemimpinnya, dalam hal ini kepala sekolah. Kepala
sekolah dituntut memiliki persyaratan kualitas kepemimpinan yang kuat, sebab
keberhasilan sekolah hanya dapat dicapai melalui kepemimpinan kepala sekolah
yang berkualitas.
Kepala
sekolah yang berkualitas yaitu kepala sekolah yang memiliki kemampuan dasar,
kualifikasi pribadi, serta pengetahuan dan keterampilan profesional. Menurut
Tracey, keahlian atau kemampuan dasar, yaitu sekelompok kemampuan yang harus
dimiliki oleh tingkat pemimpin apapun, yang mencakup: conceptual skills,
human skill dan technical skills
Berikut
uraian kemampuan dasar yang dikemukakan oleh Tracey.
1. Technical skills, yaitu: kecakapan spesifik tentang proses, prosedur
atau teknik -teknik, atau merupakan kecakapan khusus dalam menganalisis hal-hal
khusus dan penggunaan fasilitas, peralatan, serta teknik pengetahuan yang
spesifik.
2. Human skills, yaitu: kecakapan pemimpin untuk bekerja secara
efektif sebagai anggota kelompok dan untuk menciptakan usaha kerjasama di
lingkungan kelompok yang dipimpinnya.
3. Conceptual skills, yaitu kemampuan seorang pemimpin melihat organisasi
sebagai satu keseluruhan.
Kualifikasi
pribadi yaitu serangkaian sifat atau watak yang harus dimiliki oleh setiap
pemimpin termasuk kepala sekolah. Dengan kata lain seorang pemimpin yang
diharapkan berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan harus didukung oleh
mental, fisik, emosi, watak sosial, sikap, etika, dan kepribadian yang baik.
Seorang
pemimpin harus pula memiliki pengetahuan dan keterampilan profesional.
Pengetahuan profesional meliputi:
a. Pengetahuan terhadap
tugas, dimana seorang pemimpin atau kepala sekolah harus mampu secara
menyeluruh mengetahui banyak tentang lingkungan organisasi atau sekolah dimana
organisasi atau sekolah tersebut berada,
b. Seorang pemimpin
atau kepala sekolah harus memahami hubungan kerja antar berbagai unit,
pendelegasian wewenang, sikap bawahan, serta bakat dan kekurangan dari bawahan,
c. Seorang pemimpin
harus tahu wawasan organisasi dan kebijaksanaan khusus, perundang-undangan dan
prosedur,
d. Seorang pemimpin
harus memiliki satu perasaan rill untuk semangat dan suasana aktivitas diri
orang lain dan staf yang harus dihadapi,
e. Seorang pemimpin
harus mengetahui layout secara fisik bangunan, kondisi operasional,
berbagai macam keganjilan dan problema yang biasa terjadi, dan
f. Seorang pemimpin
harus mengetahui pelayanan yang tersedia untuk dirinya dan bawahan, serta
kontrol yang dipakai oleh manajemen tingkat yang lebih tinggi.
Sedangkan keterampilan profesional, meliputi:
a. Mampu
berfungsi sebagai seorang pendidik,
b. Mampu
menampilkan analisis tinggi untuk mengumpulkan, mencatat dan menguraikan tugas
pekerjaan,
c. Mampu
mengembangkan silabus rangkaian mata pelajaran dan program-program pengajaran,
d. Mampu
menjadi mahkota dari berbagai macam teknik mengajar,
e. Mampu merencanakan
dan melaksanakan penelitian dalam pendidikan dan mempergunakan temuan riset,
f. Mampu
mengadakan supervisi dan evaluasi pengajaran, fasilitas, kelengkapan, dan
materi pelajaran,
g. Mengetahui
kejadian di luar sekolah yang berhubungan dengan paket dan pelayanan
pendidikan, dan
h. Mampu
menjadi pemimpin yang baik dan komunikator yang efektif.
Berkaitan
dengan uraian di atas, Suradinata menyatakan bahwa:
Pemimpin
suatu organisasi yang sukses harus memiliki beberapa syarat yaitu:
a. Mempunyai
kecerdasan yang lebih, untuk memikirkan dan memecahkan setiap persoalan yang
timbul dengan tepat dan bijaksana,
b. Mempunyai
emosi yang stabil, tidak mudah diombang ambing oleh suasana yang berganti, dan
dapat memisahkan persoalan pribadi, rumah tangga, dan organisasi,
c. Mempunyai
keahlian dalam menghadapi manusia serta bisa membuat bawahan menjadi senang dan
merasa puas,
d. Mempunyai
keahlian untuk mengorganisir dan menggerakkan bawahannya dengan kebijaksanaan
dalam mewujudkan tujuan organisasi, umpamanya tahapan bila dan kepada siapa
tanggung jawab dan wewenang akan diserahkan, dan
e. Kondisi
fisik yang sehat dan kuat.
F.
Gaya
Kepemimpinan
Seorang
pemimpin dapat melakukan berbagai cara dalam kegiatan mempengaruhi atau memberi
motivasi orang lain atau bawahan agar melakukan tindakan-tindakan yang selalu
terarah terhadap pencapaian tujuan organisasi. Cara ini mencerminkan sikap dan
pandangan pemimpin terhadap orang yang dipimpinnya, dan merupakan gambaran gaya
kepemimpinannya.
Kepala
sekolah sebagai seseorang yang diberi tugas untuk memimpin sekolah, bertanggung
jawab atas tercapainya tujuan, peran, dan mutu pendidikan di sekolah. Dengan
demikian agar tujuan sekolah dapat tercapai, maka kepala sekolah dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya memerlukan suatu gaya dalam memimpin, yang
dikenal dengan gaya kepemimpinan kepala sekolah.
Menurut
Purwanto, gaya kepemimpinan adalah suatu cara atau teknik seseorang dalam
menjalankan suatu kepemimpinan. Selanjutnya dikemukakan bahwa gaya kepemimpinan
dapat pula diartikan sebagai norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat
orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat.
Dalam hal ini usaha menselaraskan persepsi diantara orang yang akan
mempengaruhi perilaku dengan yang akan dipengaruhi menjadi amat penting
kedudukannya.
Kepala
sekolah dalam melakukan tugas kepemimpinannya mempunyai karakteristik dan gaya
kepemimpinan untuk mencapai tujuan yang diharapkannya. Sebagai seorang
pemimpin, kepala sekolah mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen,watak dan
kebiasaan sendiri yang khas, sehingga dengan tingkah laku dan gayanya sendiri
yang membedakan dirinya dengan orang lain. Gaya atau tipe hidupnya ini pasti
akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya.
Wahjosumidjo
mengemukakan empat pola perilaku kepemimpinan yang lazim disebut gaya
kepemimpinan yaitu perilaku instruktif, konsultatif, partisipatif, dan
delegatif.
Masih
menurut Wahjosumidjo, perilaku kepemimpinan tersebut masing-masing memiliki
ciri-ciri pokok, yaitu:
1.
Perilaku instruktif; komunikasi satu
arah, pimpinan membatasi peranan bawahan, pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan menjadi tanggung jawab pemimpin, pelaksanaan pekerjaan diawasi dengan
ketat,
2.
Perilaku konsultatif; pemimpin masih
memberikan instruksi yang cukup besar serta menentukan keputusan, telah diharapkan
komunikasi dua arah dan memberikan supportif terhadap bawahan, pemimpin mau
mendengar keluhan dan perasaan bawahan tentang pengambilan keputusan, bantuan
terhadap bawahan ditingkatkan tetapi pelaksanaan keputusan tetap pada pemimpin,
3.
Perilaku partisipatif; kontrol atas
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan antara pimpinan dan bawahan
seimbang, pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan, komunikasi dua arah makin meningkat, pemimpin makin mendengarkan
secara intensif terhadap bawahannya, keikutsertaan bawahan dalam pemecahan dan
pengambilan keputusan makin bertambah,
4.
Perilaku delegatif; pemimpin mendiskusikan
masalah yang dihadapi dengan bawahan dan selanjutnya mendelegasikan pengambilan
keputusan seluruhnya kepada bawahan, bawahan diberi hak untuk menentukan
langkah-langkah bagaimana keputusan dilaksanakan, dan bawahan diberi wewenang
untuk menyelesaikan tugas- tugas sesuai dengan keputusan sendiri.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah merupakan
kemampuan dari seorang kepala sekolah dalam mempengaruhi dan menggerakkan
bawahan dalam suatu organisasi atau lembaga sekolah guna tercapainya tujuan
sekolah. Terdapat empat macam pendekatan studi kepemimpinan, yaitu: (1)
pendekatan pengaruh kewibawaan, (2) pendekatan sifat, (3) pendekatan perilaku,
dan (4) pendekatan situasional. Fungsi dari kepemimpinan secara garis besar
yaitu mempengaruhi dan menggerakkan orang lain dalam suatu organisasi agar mau
melakukan apa yang dikehendaki seorang pemimpin guna tercapainya tujuan.
Sedangkan syarat seorang pemimpin yaitu harus memiliki kemampuan dasar berupa
technical skills, human skill, dan conceptual skill, serta pengetahuan dan
keterampilan profesional.
Dengan
terpenuhinya syarat sebagai seorang pemimpin, maka seorang kepala sekolah
dituntut untuk dapat memberi keteladanan dalam pelaksanaan tugas, menyusun
administrasi dan program sekolah, menentukan anggaran belanja sekolah, dan
pembagian pelaksanaan tugas. Sementara itu empat pola perilaku kepemimpinan
yang lazim disebut gaya kepemimpinan meliputi perilaku instruktif, konsultatif,
dan partisipatif, dan delegatif.
G.
Kepemimpinan
dan Pengambilan Keputusan
Teori
kepemimpinan yang akan dibahas ini merupakan salah satu teori yang termasuk
teori contingency. Teori ini dikembangkan oleh Vroom dan Yetton dalam
Munandar, dan disebutkan pula sebagai model normatif tentang kepemimpinan. Gaya
kepemimpinan yang tepat ditentukan oleh corak persoalan yang dihadapi oleh
macam keputusan yang harus diambil.
Model mereka
dinamakan normative, karena mengarah ke pemberian suatu rekomendasi tentang
gaya kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu. Pada
hakikatnya, model ini dapat digunakan sebagai alat :
1.
Membantu mengenali berbagai jenis
situasi pemecahan persoalan secara berkelompok (group problem-solving
situations).
2.
Menyarankan gaya-gaya kepemimpinan
mana yang dianggap layak untuk setiap situasi. Ada tiga perangkat parameter
yang penting, yaitu :
a)
Klasifikasi gaya kepemimpinan
b)
Kriteria efektitas keputusan
c)
Kriteria mengemukakan jenis situasi
pemecahan persoalan.
H.
Gaya
Pengambilan Keputusan
Menurut
Hasibuan, gaya pengambilan keputusan pemimpin dapat dikelompokan, yakni :
1. Gaya
Otoratif, diterapkan pada situasi ketika manajer memiliki pengalaman dan
informasi untuk menghasilka konklusi, sementara pengikut tidak memiliki
kemampuan, kesediaan, dan keyakinan untuk memecahkan masalah. Jadi, manajer
harus membuat keputusan tanpa bantuan pengikut.
Gaya ini
mengisyaratkan perilaku direktif dan pada situasi ketika hanya pemimpin yang
memiliki informasi atau keahlian.
2. Gaya
Konsultatif, adalah strategi yang tepat apabila manajer mengenali bahwa
pengikut juga mempunyai beberapa pengalaman atau pengetahuan tentang masalah
dan bersedia memecahkan masalah meskipun belum mampu. Dalam situasi ini
strategi yang terbaik adalah memperoleh masukan mereka, sebelum membuat
keputusan final.
Dengan cara
ini ada dua keuntungan atau hasil yang segera didapat, yaitu kerja sama berbagi
pengetahuan sehingga meningkatkan keakuratan keputusan dan pemimpin memberi
motivasi dan membantu pengikut mengidentifikasi tujuan kelompok secara lebih
jelas.
3. Gaya
Fasilitatif, merupakan upaya kooperatif yaitu manajer dan pengikut bekerjasama
mencapai keputusan bersama. Dalam hal ini, pemimpin secara efektif memiliki
komitmen terhadap diri sendiri untuk berbagi dalam proses pengambil keputusan.
Gaya ini merupakan cara yang sempurna manakala berhadapan dengan pengikut yang
mampu, tetapi belum yakin akan dirinya.
4. Gaya
Delegatif, digunakan terhadap pengikut yang memiliki tingkat kesiapan yang
memilki pengalaman dan informasi yang diperlukan untuk keputusan atau
rekomendasi yang layak.
Berdasarkan
eksplorasi yang cukup komprehensif dari beberapa teori tersebut di atas, maka
dapat dikonklusikan pengertian tentang kepemimpinan kepala sekolah yang
disintesiskan sebagai berikut: kepemimpinan kepala sekolah adalah kemampuan
dari seorang kepala sekolah dalam mempengaruhi dan menggerakkan bawahan dalam
suatu organisasi atau lembaga sekolah guna tercapainya tujuan sekolah.
Variabel
Kepemimpinan kepala sekolah memiliki tiga dimensi yang terdiri dari:
a.
Dimensi kewibawaan kepala sekolah,
dengan indikator: pembinaan terhadap bawahan, memberdayakan SDM, rutinitas
kerja kepala sekolah,
b.
Dimensi Sifat dan keterampilan
kepala sekolah, dengan indikator: keteladanan dalam pelaksanaan tugas, menyusun
administrasi dan program sekolah, menentukan anggaran belanja sekolah,
pembagian pelaksanaan tugas, dan
c.
Dimensi Perilaku kepala sekolah,
dengan indikator: instruktif, konsultatif, partisipatif, delegatif.